Keluarga Berperan Menyadarkan untuk Tidak Korupsi
CIREBON - Pemberantasan korupsi di Indonesia yang tengah gencar dilakukan, belum menyentuh secara maksimal aspek preventif atau pencegahan korupsi. Penangan korupsi masih lebih banyak porsinya pada aspek represif seperti operasi tangkap tangan terhadap pelaku penyuapan dan sejenisnya. Padahal peranan keluarga dalam upaya pencegahan dini korupsi mempunyai pengaruh yang besar. Demikian diungkapkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty saat media gathering di Gedung Negara BKPP Wilayah Cirebon dalam rangkaian Sosialisasi Pencegahan Korupsi Berbasis Keluarga, Sabtu (3/9). Lanjut dia, sebetulnya aspek preventif (pencegahan) harus lebih dikedepankan, sehingga setiap orang menjadi sadar dan tidak sampai melakukan korupsi. Karena itu, ungkap Surya, upaya penanggulangan korupsi yang tidak kalah pentingnya adalah melalui institusi keluarga. \"Kenapa? karena keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, tempat awal terjadinya proses persemaian nilai-nilai, norma, dan etika kehidupan,\" tuturnya di didampingi Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar serta Kasi Advokasi Komunikasi Informasi dan Edukasi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Cirebon Husein Fauzan. Sehubungan dengan itu, BKKBN dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjalin kerja sama untuk pencegahan korupsi berbasis keluarga. Intinya bagaimana untuk menanamkan budaya anti korupsi diawali dari lingkungan keluarga. Dikatakan dia, pencegahan korupsi berbasis keluarga ini dilakukan dengan cara mengoptimalkan fungsi keluarga. Sebagaimana diketahui ada delapan fungsi keluarga, yang meliputi fungsi keagamaan, fungsi cinta dan kasih sayang, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi perlindungan atau proteksi, fungsi budaya, fungsi ekonomi, dan fungsi pelestarian lingkungan. \"Dengan demikian, saya yakin keluarga Indonesia menjadi keluarga-keluarga yang memiliki ketahanan anti korupsi yang kuat, sehingga pada akhirnya Indonesia sebagai baldatun thoyyibatun warobbun ghafuur, sejahtera subur makmur dalam ampunan Tuhan Yang Maha Kuasa,\" ungkap Surya. Dalam acara sosialisasi pencegahan korupsi berbasis keluarga tersebut dihadiri oleh pejabat eselon satu BKKBN Pusat, yang mewakili Gubernur Jawa Barat, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat, Pengurus Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Provinsi Jawa Barat, Para Kepala OPD Kabupaten Cirebon, Pengurus IPKB Kabupaten/Kota se-Jawa Barat, dan undangan lainnya. Di lain sisi, Angka Kelahiran Total atau Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia saat ini berada pada angka 2,6. Artinya setiap pasangan usia subur di Indonesia selama masa reproduksinya rata-rata memiliki anak 2 sampai 3 orang anak. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Surya Chandra Surapaty melalui Kasi Advokasi Komunikasi Informasi dan Edukasi BPPKB Kabupaten Cirebon Husein Fauzan menyebutkan angka kelahiran total masih stagnan. Hal ini pula yang membuat pencapaian program akibat lemahnya implementasi Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). \"Stagnasi pencapaian program dan semakin melemahnya implementasi Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) antara lain ditandai dengan stagnannya Angka Kelahiran Total (TFR:Total Fertility Rate) Indonesia sekarang sebesar 2,6,\" bebernya lagi. Surya menjelaskan salah satu upaya untuk memperluas cakupan dan jangkauan KKBPK di seluruh tingkatan wilayah, Kampung Keluarga Berencana (KB) menjadi salah satu solusi dan inovasi strategis dalam upaya realisasi pelaksanaan kegiatan KKBPK secara utuh dan integratif antar sektor pembangunan di semua lini lapangan. “Kampung KB merupakan salah satu bentuk atau miniatur pelaksanaan total program KKBPK secara utuh,” kata Surya. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: