Setiap Tahun Ada 4 Ribu Tersangka Baru Kasus Narkotika
JAKARTA — Penegakan hukum terhadap kasus narkotika yang begitu masif ternyata belum juga membuat pengedar dan pengguna narkotika jera. Berdasarkan data Polri jumlah kasus narkotika mengalami kenaikan drastis hingga 7 ribu kasus tiap tahunnya. Praktis, jumlah orang yang dipenjara karena kasus narkotika juga terus melonjak. Analis Kebijakan Madya Bidang Narkotika Bareskrim Kombespol Rudy Tranggono menuturkan, pada 2014 terdapat 35 ribu kasus narkotika yang ditangani Polri. Lalu, pada 2015 jumlah kasus narkotika naik drastic menjadi 42 ribu kasus. “Tahun ini atau 2016, kasus narkotika hingga Juni ternyata sudah sampai 23 ribu kasus,” paparnya. Dengan begitu, dapat diprediksi bahwa hingga akhir 2016 bisa jadi jumlah kasus narkotika yang ditangani atau diungkap Polri bisa mencapai 46 ribu kasus. Hal tersebut menunjukkan bagaimana parahnya peredaran narkotika di Indonesia. “Masalahnya, mengapa penegakan hukum yang masif ternyata tidak juga menurunkan jumlah kasus narkotika,” tuturnya. Dia menuturkan bahwa penegakan hukum narkotika ini tentu tidak bisa dilakukan tanpa ada upaya pencegahan. Pencegahan itu merupakan kewenangan lembaga lainnya. ”Tapi, Polri menyadari perlunya untuk melakukan pencegahan,” paparnya. Peningkatan jumlah kasus ini juga bisa dikarenakan bandar internasional menganggap Indonesia sebagai pasar yang begitu manis. Dari sisi harga, narkotika di Indonesia cenderung mahal. Ditambah lagi dengan jumlah permintaan yang besar. “Akhirnya, pengedar itu berupaya dengan cara apapun untuk memasukkan barang ke Indonesia,” ungkapnya. Di sisi lain, meningkatkan jumlah kasus narkotika, secara otomatis meningkatkan jumlah orang yang dipenjara akibat kasus tersebut. Dia mengatakan bahwa jumlah tersangka kasus narkotika di Polri setiap tahunnya bisa mencapai lebih dari 4 ribu orang. “Mau tak mau, itu menjadi beban dari Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Ditjen Pemasyarakatan,” paparnya. Sementara Direktur Keamanan dan Ketertiban Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Sutrisman menjelaskan bahwa jumlah napi di 477 lapas se-Indonesia mencapai 196.490 orang. Dari jumlah itu, 60 persennya merupakan napi dengan kasus narkotika. “Maka over kapasitas lapas itu akibat napi narkotika,” ungkapnya. Masalahnya, kebanyakan dari napi-napi itu saat masuk ke lapas itu dalam kondisi yang masih ketagihan dengan narkotika. Kondisi itulah yang membuat lapas kerap kali harus kecolongan dengan upaya napi memasukkan narkotika. “Mereka selalu mencari cara untuk memasukkan narkotika,” jelasnya. Setidaknya ada sejumlah modus yang telah diketahui petugas, diantaranya narkotika dibawa pengunjung atau keluarga napi dan bahkan petugas, napi membawa narkotika saat proses peradilan, memanfaatkan kantin untuk memasukkan narkotika, saat ada kunjungan resmi dan melempar narkotika dari luar tembok lapas. ”Kami sudah berulang kali menemukan narkotika di napi dengan modus semacam itu,” paparnya. (idr)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: