Waode Minta Belas Kasihan

Waode Minta Belas Kasihan

Oding: Putusan Kasasi Terbit, Bisa Eksekusi Langsung CIREBON - Munculnya berita tentang  putusan kasasi  MA terhadap terdakwa APBD gate, Ade Anwar Sham Cs, ditanggapi dingin Waode Nur Zaenab SH yang juga penasehat hukum terdakwa. Dia meminta media untuk tidak membesar-besarkan APBD Gate karena kasihan kepada para terdakwa. Kepada Radar, Waode berpesan untuk tidak membesar-besarkan persoalan ini, apalagi informasi kasasi katanya telah turun. Padahal, hingga kini, belum ada kabar tentang putusan kasasi terhadap kliennya. “Bagaimana bisa turun, register perkaranya saja  belum turun dan saya belum menerimanya,” kata Waode. Kalaupun sudah turun nomor register perkaranya, lanjut Waode, harusnya pihaknya diberitahu. Itupun sebenarnya bisa dicek di  Pengadilan Negeri (PN)  Cirebon  soal register  perkara itu  dari MA. Disinggung tentang informasi bahwa kliennya diputus 4 tahun oleh MA, lagi-lagi Waode mengingatkan ke media massa untuk tidak membuat isu berlebihan, termasuk mengembangkan isu-isu yang belum jelas kebenarannya. “Jangan  buat isu dong, jangan mengembangkan isu-isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tegasnya. Waode bahkan mengaku, Kamis (2/8) lalu, dirinya sempat menanyakan apakah kasasi  dari MA sudah turun atau belum, PN Tipikor Bandung menjawab belum. “Sudah saya tanya apakah sudah turun atau belum putusan kasasi, termasuk perkara pak Sunaryo dan Suryana, tapi dijawab belum ada,” kata wanita yang juga saudara kandung Waode Nurhayati. Wanita berjilbab ini juga tidak menampik, meskipun berkas perkara Suryana dan Sunaryo baru disidangkan belakang, namun bisa saja putusan kasasi  keduanya  lebih dulu dibandingkan dengan kliennya  yakni Ade Anwar Sham Cs. “Nggak usahlah, kasihan mereka. Jangan membuat Kota Cirebon tidak kondusif, biarkan kondusif, ini terkait dengan nasib orang lho,” tandasnya. Disinggung tentang sudah adanya salinan putusan kasasi dari MA, Waode justru tidak berani berkomentar, dengan alasan dirinya bukanlah pengacara mereka. Menurut Waode, kalau memang benar putusan kasasi kliennya 4 tahun penjara oleh MA, dirinya akan melihat lebih jauh pertimbangan hukum Hakim Agung. “Selama ini hakim salah menginterpretasi   hokum. Kalau demikian, rusak kalau caranya seperti ini,” tegasnya. Pihaknya juga menegaskan, anggota DPRD 1999-2004 itu menerima uang dari yang sebenarnya uangnya sendiri. “Kalau uangnya sendiri yang dipakai, apakah keliru,” ujarnya. “Bagaimana bisa, pertanggungjawaban semua yang ngatur setwan, tapi justru anggota dewan yang terkena jerat hukum. Harusnya mereka (eksekutif, red) yang mempertanggungjawabkan,” imbuhnya. Alumnus UII Yogyakarta ini menganggap, kliennya tidak korupsi, justru yang korup, menurut Waode  wartawan yang lebih tahu. “Kasihan  mereka dianggap  korup, nasib mereka saat ini tidak karuan, ada yang sudah meninggal dunia dan ada yang berprofesi sebagai tukang parkir,” tukasnya. Sementara itu, Kabag Perundang-undangan, Sutisna SH saat ditanya apakah DPRD sudah  menerima  surat tembusan soal putusan kasasi APBD Gate, dia mengaku hingga saat ini belum pernah menerima  surat tembusan. “Belum, belum  pernah kami (DPRD) menerima surat tembusan terkait putusan kasasi. Tidak tahu kalau langsung ke pimpinan sih,” kata  Sutisna. Meskipun demikian, Sutisna hanya menjelaskan, kalaupun memang sudah ada putusan dari MA, mestinya ada surat tembusan ke DPRD. Apalagi proses hukum yang mereka  jalani selama ini, terkait dengan posisi mereka saat itu sebagai anggota DPRD. Sementara, Pengamat Hukum Unswagati, Dr Oding Djunaedi SH MH  mengatakan, putusan kasasi dari MA merupakan putusan hukum terakhir dan memiliki kekuatan hukum tetap. Hal ini, diterangkan secara jelas dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Disebutkan, upaya hukum PK dapat diajukan terhadap putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Artinya, keputusan kasasi yang bisa diajukan PK tersebut, dianggap sebagai putusan hukum terakhir dan memiliki kekuatan hukum tetap. Jika memang benar putusan kasasi terhadap Sunaryo dan Suryana sudah keluar, sesuai dengan pasal 257 KUHAP, putusan tersebut harus disampaikan ke PN paling lambat 7 hari setelah putusan kasasi dijatuhkan. “Kalau benar putusan kasasi sudah keluar. Menurut aturan, seminggu setelahnya, PN Kota Cirebon harus sudah menerima putusan kasasi itu,” ungkapnya. Di samping itu, pengajuan PK hanya bisa dilakukan sekali saja. Meskipun Sunaryo dan Suryana, misalkan, dalam proses pengajuan PK kepada MA. Hal itu, tidak serta merta menanggungkan pelaksanaan putusan hukuman yang telah dijatuhkan MA dalam tingkat kasasi. Merujuk Pasal 268 ayat (1) KUHAP, permintaan PK atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan putusan tersebut. Dengan demikian, ujar Oding Djunaedi, putusan kasasi bisa langsung di eksekusi oleh Jaksa. “Dalam Pasal 270 KUHAP, Jaksa yang melakukan pelaksanaan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,” simpulnya. Karena itu, panitera Pengadilan Negeri, mengirimkan salinan surat putusan kepada Jaksa. (abd/ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: