Harga Solar Batal Naik, Pertamina Raih Untung dari Premium

Harga Solar Batal Naik, Pertamina Raih Untung dari Premium

JAKARTA – Wacana pemerintah menaikkan harga solar hingga Rp600 per liter dipastikan batal. Demikian pula rencana penurunan harga premium Rp300 per liter. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan harga dua bahan bakar minyak tersebut tidak berubah. Artinya, harga BBM pada 1 Oktober ini masih seperti enam bulan terakhir. Yakni, Rp5.150 untuk solar, Rp6.450 untuk premium nasional, dan minyak tanah Rp2.500. “Nggak ada perubahan. Harganya tetap,” ujar Sekjen Kementerian ESDM Teguh Pamudji di kantornya Sabtu (1/10). Berdasar perhitungan Ditjen Migas Kementerian ESDM, memang ada potensi kenaikan harga solar dan penurunan harga premium. Pertimbangannya murni berdasar perhitungan faktor-faktor pembentukan harga BBM selama tiga bulan terakhir. Meski demikian, Kementerian ESDM mempertimbangkan kondisi ekonomi, stabilitas sosial, dan daya beli masyarakat. Tiga faktor itu membuat pemerintah memutuskan mempertahankan harga BBM saat ini. Jika harga solar dinaikkan sesuai dengan rencana awal, pemerintah khawatir merusak stabilitas bahan pokok yang berdampak pada lonjakan inflasi. “Lebih pada pertimbangan ekonomi,” terang Teguh. Saat disinggung tentang kerugian Pertamina karena menjual harga solar di bawah harga keekonomian, Teguh menolak berandai-andai. Alasannya, penentuan rugi atau laba Pertamina dalam distribusi BBM merupakan domain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Pertamina juga punya bantalan (laba dari penjualan BBM, red) bulan-bulan sebelumnya,” ungkapnya. Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang menuturkan, pihaknya tidak menyarankan kenaikan harga solar lantaran rentan memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. “Ekonomi kita mulai naik. Kalau tiba-tiba harga pokok naik karena logistik mahal, bisa terjadi inflasi,” jelas pria yang akrab disapa Abe itu. Berdasar hitung-hitungan Pertamina, harga solar saat ini lebih rendah daripada harga keekonomian Rp5.750 per liter. Namun Pertamina masih mendapat keuntungan dari penjualan premium yang memberikan margin Rp400 per liter. Harga keekonomian premium sebenarnya hanya Rp6.150 per liter, tetapi dijual seharga Rp6.550 di area Jawa–Madura–Bali (Jamali) dan Rp6.450 per liter di luar Jamali. “Dengan tidak turunnya harga premium, kami masih dapat tambahan laba sekitar Rp400 miliar selama tiga bulan mendatang,” katanya. Pertamina, terang Abe, legawa bila harus merugi dari penjualan solar senilai Rp1,55 triliun dalam tiga bulan nanti. Sebab, Pertamina sudah punya bantalan berupa tabungan laba penjualan BBM ketika harga minyak dunia rendah. “Keuntungan Pertamina sudah cukup besar. Kalau dipotong rugi tiga bulan nggak masalah,” tuturnya. Abe mengakui potensi pengurangan laba Pertamina pada tiga bulan mendatang tidak sebanding dengan besarnya kerugian yang harus ditanggung rakyat dan negara jika harga solar naik Rp600 per liter. Selain itu, Abe menyatakan bahwa Pertamina adalah perusahaan yang sahamnya dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah. Karena itu, kepentingan nasional berada di atas hitung-hitungan keuntungan perseroan. “Kasihan masyarakat kalau bahan pokok naik,” tandasnya. (dim/c14/noe)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: