Pengikut Dimas Kanjeng Bisa Jadi Kelompok Liar
PARA pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang masih bertahan di areal padepokan rupanya masih ogah pulang. Usai DPR RI, Pemkab Pasuruan gagal membujuk, kemarin giliran perwakilan DPRD Jatim yang gagal meyakinkan para pengikut Dimas Kanjeng untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Dari pantauan Radar Bromo (Radar Cirebon Group), kemarin ada sejumlah anggota Komisi A DPRD Jatim yang datang ke area padepokan. Sejumlah anggota dewan yang membidangi hukum, pemerintahan dan hak asasi manusia (HAM) itu memantau langsung beberapa tenda yang jadi tempat para pengikut. Mereka sempat berdiskusi dengan sejumlah pengikut. Termasuk meminta para pengikut Padepokan untuk pulang. Sebab, proses hukum yang menjerat Dimas Kanjeng disebutkan bakal cukup panjang. Lantaran itu, para anggota DPRD Jatim itu pun meminta pada pengikut untuk menunggu proses hukumnya di rumahnya masing-masing. Wakil Ketua Komisi A DPRD Jatim, Miftahul Ulum mengatakan keberadaan pengikut Dimas Kanjeng itu berpotensi jadi kelompok liar. Terlebih, pimpinan mereka telah ditahan Polda Jatim karena disangka jadi otak pembunuhan dan diduga melakukan penipuan dan penggandaan uang. “Kami datang ke sini untuk berdiskusi dan mencari solusi. Supaya mereka bersedia untuk pulang dan menunggu proses hukum yang dijalani pimpinannya itu di rumahnya masing-masing,” kata Ulum. “Kalau kondisi seperti ini, mereka bisa jadi kelompok liar,” tambah Miftah, kemarin. Dari kunjungan itu, dikatakan Miftah, Komisi A DPRD Jatim belum bisa berbicara soal rekomendasi. Temuan hasil peninjauan di lokasi padepokan itu nantinya akan dikaji dan dibahas di internal Komisi A. “Nanti akan kami kaji di komisi A dan kemudian hasilnya disampaikan ke pimpinan (DPRD Jatim),” ujarnya. Sementara itu, kepada sejumlah anggota dewan para pengikut yang masih bertahan mengaku, mereka belum berniat meninggalkan area padepokan. Sebab, sejauh ini mereka belum mendapat perintah langsung dari Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, Marwah Daud Ibrahim. Hal itu disampaikan, Yono, salah satu pengikut Padepokan asal Jawa Tengah. Menurut Yono, dirinya tinggal di padepokan atas keinginan sendiri untuk ibadah. Selama belum ada perintah untuk pulang oleh ketua Yayasan, maka dirinya tetap memilih untuk tetap tinggal. “Saya merasa tenang tinggal di Padepokan dan bisa lebih khusyuk beribadah. Di padepokan, aktivitas kebanyakan beribadah dan istighotsah di Masjid Padepokan. Jadi jangan meminta apalagi memaksa kami untuk pulang,” ujarnya. Sementara itu, dari sejumlah pengikut Padepokan Dimas Kanjeng yang ada bertahan di area padepokan, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, terdapat sejumlah pengikut yang membawa anak- anaknya. Mereka kini menetap di sejumlah rumah kontrakan. Beberapa anak pengikut itu pun saat ini tercatat sebagai siswa di SDN Gading Wetan yang hanya berjarak sekitar 300 meter dari padepokan setempat. Atau berkisar 30 meter dari Gapura Utama Padepokan sisi timur yang berada di pertigaan jalan desa. Salah satunya adalah AIW. Siswa kelas V itu mengaku, ia meninggalkan tanah kelahirannya di Semarang bersama ayah dan ibunya sejak 2014 lalu. “Saya sudah hampir dua tahun ikut tinggal di sini. Tapi, kalau bapak-ibu saya sudah tujuh tahun tinggal di rumah kontrakan sini (Gading Wetan),” katanya. Ia mengaku, sebelumnya sempat tinggal bersama kakek-nenek dan saudaranya di Semarang sebelum ikut pindah di rumah kontrakan sekitar Padepokan. “Saya dan saudara kangen sama bapak ibu. Jadi, saya dan saudara ikut pindah ke sini,” tutur siswa kelahiran 22 Februari 2005 itu. Saat awal masuk sekolah di SDN Gading Wetan ia duduk di bangku kelas V, melanjutkan pendidikan waktu di Semarang. Dirinya di SDN tersebut merasakan proses pembelajaran sama halnya dengan siswa lainnya. Meskipun saat itu statusnya baru siswa titipan. Sebab, dirinya belum mengurus pindah sekolah secara resmi. Walhasil, ia pun menerima ketika tidak naik kelas. ”Saya dua tahun tidak bisa naik kelas. Karena, surat pindah saya belum diurus. Kata sekolah di Semarang suratnya hilang atau gimana,” ungkapnya. Meski begitu, menurut AIW, dirinya tetap semangat untuk sekolah. Sampai akhirnya, setelah memasuki ajaran tahun baru sekarang proses pindah sekolah sudah selesai, ia tidak lagi berstatus sebagai siswa titipan. “Dari pertama saya belajar dan ikut ujian sama dengan siswa lainnya. Cuma, karena belum ada surat pindahnya, jadi tidak bisa naik kelas,” katanya. Selama ini diungkapkan AIW, teman-teman sekolahnya sangat baik. Tidak pernah memperlakukan berbeda. “Teman baik semua ke saya. Kalau bermain sepulang sekolah, kadang bareng mereka,” ungkapnya. Data yang dihimpun Radar Bromo, awalnya di SDN Gading Wetan itu ada 8 siswa pindahan, karena orang tuanya menjadi pengikut Padepokan Dimas Kanjeng. Sebanyak 4 siswa di antaranya berstatus siswa titipan dan 4 siswa lainnya siswa tetap (resmi pindah). Namun, selepas terjadi kasus di padepokan, sampai penangkapan terhadap Dimas Kanjeng, siswa titipan itu semuanya tidak lagi masuk sekolah karena pulang ke rumahnya masing-masing. ”Sebagian dari mereka sudah pulang,” kata H. Marzuki, wakil kepala SDN Gading Wetan. (mas/mie)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: