Pemkot Cirebon Seolah Tunduk di Tangan PKL

Pemkot Cirebon Seolah Tunduk di Tangan PKL

LEMAHWUNGKUK – Renovasi trotoar terkendala keberadaan pedagang kaki lima (PKL) di beberapa titik. Kendati demikian, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) tak bisa sembarangan menindak. Pasalnya, penertiban PKL ini perlu ada instruksi dari pimpinan daerah. “Ada surat, saya berani. Kalau sudah ada kewenangan langsung gerak,” tegas Komandan Satpol PP, Drs Andi Armawan, kepada Radar, Jumat (21/10). Andi mengakui, sudah ada perintah untuk melakukan pengawasan. Tetapi, dirinya juga tidak ingin terjadi overlap dengan Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral (DPUPESDM). Upaya yang dilakukan saat ini, sebatas menggesar PKL. Andi mencontohkan di Pasar Kanoman, Satpol PP turun ke lapangan untuk menggesar PKL dari trotoar yang direnovasi. Tetapi, sayangnya tindakan ini tidak bisa sama rata diberlakukan di ruas jalan lain. Satpol PP tidak mengetahui, daerah mana saja yang boleh dan terlarang untuk berjualan. Kemudian soal pengaturan waktu berjualan. Informasi mengenai hal-hal tersebut ada di Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Menengah Kecil Mikro (Disperindagkop UMKM). Data-data tersebut, kata dia, sangat dibutuhkan. Satpol PP sendiri tidak mengetahui database PKL. Padahal, Satpol PP sudah berulang kali meminta data itu, tetapi ternyata tidak pernah diberi. Seandainya ada database ini, Satpol PP bisa berpatroli setiap hari. Kemudian menggeser pedagang baru yang datang, sembari menertibkan yang tidak sesuai. Masalahnya, kalaupun ada data, sulut untuk jadi acuan. Ada PKL yang memiliki tanda daftar usaha (TDU), ada juga yang tidak. Mestinya, TDU ini yang dijadikan database untuk terus dibina. Di luar pemilik TDU ini, tentu bisa dengan mudah ditertibkan. “Yang sekarang ada itu simpang siur. Kalau mau ada bantuan datanya nambah, kalau mau ada penertiban jumlahnya malah berkurang,” kritiknya. Berulang kali, sambung dia, Satpol PP terbentur dengan hal ini. Setelah check and recheck, ternyata PKL menggunakan istilah paguyuban. Adanya naungan ini seolah melegalisasi. Dinas teknis pun kemudian jadi seperti diatur PKL. Kemudian, paguyuban ini seolah-olah jadi tempat berlindung. “Coba kalau mau penertiban, pasti PKL protes. Kemudian mereka (paguyuban) mengkoordinir untuk memprotes pemkot,” tuturnya. Di tempat terpisah, Ketua Komisi C DPRD, dr Doddy Ariyanto MM tidak menampik keberadaan PKL yang berjualan secara permanen di trotoar cukup menganggu pejalan kaki. Bahan ada trotoar yang nyaris tidak bisa digunakan. Namun Doddy yakin, sebenarnya PKL bisa diatur.  “Sebetulnya tinggal bagaimana caranya pemkot bisa merelokasi. PKL di Cirebon relatif nurut kok,” katanya. (abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: