Soal Reklame Ilegal, Satpol PP Tak Mau Mati Konyol, Lho?
LEMAHWUNGKUK – Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Drs Andi Armawan tak mau mati konyol. Meski anggaran pembongkaran reklame sudah dititipkan di Bidang Penegakkan Peraturan Daerah, mantan Camat Lemahwungkuk ini tak mau gegabah. “Pembongkaran reklame melekat dalam proses perizinan. Harusnya pengusaha yang membongkar sendiri,” tegas Andi, kepada Radar, Jumat (21/10). Kendati demikian, Andi mengaku tak paham detil anggaran itu. Sepengetahuannya, anggaran penertiban tidak sampai Rp500 juta. Tapi, bisa saja anggaran ini jadi jebakan ”batman”. Satpol PP, malah bisa bermasalah dengan hukum karena mengeluarkan anggaran untuk membongkar reklame. Padahal, secara aturan pembongkaran itu tidak boleh dibiayai APBD. “Angkanya nggak sampai Rp500 juta. Persisnya saya tidak hafal,” ucapnya. Lulusan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) ini, tidak ingin pemkot seolah takluk pada pengusaha reklame. Justru Satpol PP meminta dinas yang berkewenangan dengan perizinan reklame untuk memaksa para pengusaha membongkar sendiri. Andi meminta Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) dan Badan Penanaman Modal Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT), untuk menekan pengusaha reklame. Sebab, dua institusi ini yang berkaitan dengan perizinan dan punya kekuatan untuk memaksa. “Amanat perda bunyinya itu, harusnya mereka bisa maksa (pengusaha),” tegasnya. Pertimbangan lain, sambung Andi, dirinya tidak mau kena semprit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Secara aturan pengusaha bertanggungjawab membongkar reklame. Terlepas dari adanya peringatan pertama, kedua dan ketiga dari dinas teknis, kewajiban pembongkaran tetap berada pada pengusaha. Andi bahkan mempertanyakan, apakah benar DPPKAD sudah menyurati para pengusaha reklame? Pasalnya, DPPKAD seolah menutup-nutupi. Padahal, mereka memegang alamat vendor dan mengetahui siapa saja pemilik reklame ilegal itu. “Masalah bongkar sih gampang, tapi saya nggak sanggup kalau harus melawan aturan,” tandasnya. Andi mengaku, saat ini masih menunggu rekomendasi dari walikota. Bila sudah ada instruksi, Satpol PP akan langsung bergerak. Bentuk penertiban yang akan dilakukan adalah menurunkan materi reklame. Penurunan materi reklame ini diyakini akan mengundang reaksi pemilik reklame. Kemudian, Satpol PP juga akan memasang pemberitahuan bila papan reklame itu sudah habis masa berlakunya sejak Desember 2014. “Kami nunggu instruksi dari walikota. Harusnya teguran dari dinas teknis juga mencakup poin-poin ini, tapi kenapa tidak dilakukan?” tanya dia. Andi juga menyalahkan DPPKAD yang tetap memungut pajak reklame. Meski diperbolehkan BPK, mestinya itu tidak dilakukan. Akhirnya, pengusaha seolah tetap memiliki izin pasang reklame dang anti materi. Hal yang seperti ini, menurut Andi, akan merusak tatanan. Bila hal ini tidak dihentikan, dirinya yakin para pengusaha tidak akan menempuh izin. Mereka akan mendirikan reklame sembarangan, kemudian bila sudah ditegur baru mengurus izin. “Nanti jadi modus, makanya harus tegas. Boleh ya boleh, nggak ya nggak. Aturannya jangan rancu,” katanya. Andi menegaskan, dititipkannya anggaran pembongkaran di Satpol PP, ternyata menjadi beban tersendiri. Saat tidak mengeksekusi reklame ilegal, Satpol PP disebut-sebut tidak berani. Tetapi, seandainya memberanikan diri, Satpol PP juga terbebani dengan konsekuensi lain. Dirinya tidak mau personel Satpol PP jadi bahan tertawaan. Apalagi, bila setelah melakukan penertiban malah kena tuntut dari pemilik reklame. “Jangan sampai kita kayak orang bloon, kocar-kacir di lapangan,” sergahnya. Ditempat terpisah, Kepala BPMPPT, Sumantho juga berpendapat senada. Menurutnya, pembongkaran merupakan tanggung jawab pengusaha. Kalaupun Satpol PP dititipi anggaran untuk membongkar, mestinya ada mekanisme jelas. Bagaimana anggaran itu digunakan. “Aturannya pengusaha reklame yang membongkar,” kata Sumantho. Dalam aturan, kata dia, disebutkan bahwa pihak yang bertanggungjawab dalam pembongkaran adalah pemilik reklame. Sumantho menilai, anggaran reklame yang dititipkan di Satpol PP bisa jadi bahan pertanyaan auditor. Sebab, seolah-olah pemerintah kota mengongkosi biaya bongkar. Soal pengusaha reklame yang bandel, Sumantho sepakat bila ada tindakan khusus. Tetapi, hal itu perlu dikoordinasikan ulang dengan tim kajian reklame. ”Jumlahnya cukup banyak, harusnya cepat ditindak,” tegasnya. Mantan Camat Pekalipan ini menantikan itikad baik dari pengusaha reklame. Para pengusaha yang mengeruk untung ratusan jutaan rupiah dari satu titik reklame, mestinya tidak perlu keberatan ketika diperintahkan membongkar. Apalagi, reklame yang diminta untuk dibongkar sudah habis izinnya. (abd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: