Setnov Kembali, Akom Berobat ke Luar Negeri

Setnov Kembali, Akom Berobat ke Luar Negeri

JAKARTA - Hanya butuh 350 hari bagi Setya Novanto untuk bisa kembali menduduki kursi ketua DPR. Kemarin (30/11), ketua umum DPP Partai Golkar itu resmi ditetapkan menduduki kembali posisi yang sempat dilepasnya, pada 16 Desember 2015 lalu. Penetapan Setnov -sapaan akrab Setya Novanto- kembali menjadi ketua dewan tersebut dilakukan lewat sidang paripurna DPR. Prosesi persidangan berlangsung mulus. Diawali dengan penyampaian pandangan fraksi-fraksi, tidak ada satupun penolakan yang muncul. “Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada fraksi-fraksi dan seluruh anggota DPR Republik Indonesia,” ucap Setnov, dalam pidato sambutannya, usai dilantik di ruang rapat paripurna DPR komplek Parlemen Jakarta, kemarin. Dia lalu berjanji akan bekerja keras menjalankan amanah sebagai pimpinan DPR sebaik-baiknya. Termasuk akan bekerja keras menjalankan tugas sebagai pimpinan DPR sebagaimana harapan rakyat. Pada kesempatan itu, dia juga menyatakan akan meningkatkan hubungan yang lebih produktif dengan lembaga tinggi negara lainnya. Khususnya dengan Presiden Republik Indonesia. “Hal itu dalam kerangka memperkuat sistem presidensiil,” ujarnya di hadapan sidang paripurna. Saat rapat paripurna penetapan Setnov sebagai ketua DPR tersebut, Akom absen. Mantan rival Setnov saat memperebutkan kursi ketua umum Golkar pada Munas Golkar di Bali, Mei 2016 lalu itu mengabarkan kalau sedang berobat ke luar negeri. Sidang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon, didampingi tiga wakil ketua DPR lainnya. Yaitu Agus Hermanto, Fahri Hamzah, dan Taufik Kurniawan. Di hari yang sama, kembalinya Setnov sebagai ketua DPR dibarengi putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas Akom. Melalui proses persidangan yang berlangsung sekitar sepekan saja, MKD menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian Akom sebagai Ketua DPR. Penetapan sanksi MKD itu sedikit memunculkan catatan, karena Akom sebagai pihak yang diadukan tidak pernah sekalipun diperiksa atau dimintai keterangan. Dalam putusannya, MKD menjatuhkan dua sanksi sekaligus kepada Akom. Dalam aduan terkait langkah Akom memindahkan persetujuan rapat kerja pembahasan Penyertaan Modal Negara dari Komisi VI ke Komisi XI, Akom mendapatkan sanksi ringan. “Diputuskan terdapat pelanggaran ringan. Sehingga diberi sanksi berupa peringatan tertulis. Dan menetapkan mitra kerja komisi XI dikembalikan termasuk pembahasan PMN (penyertaan modal negara),” ujar Sufmi Dasco Ahmad, Ketua MKD membacakan putusan. Putusan MKD yang tidak memeriksa Akom dinilai janggal. Peneliti Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, tanpa ada pemeriksaan MKD berani memutus seseorang melanggar etika anggota dewan. “Dari sisi prosedural, putusan MKD janggal,” kata Lucius. Menurut Lucius, bisa jadi keputusan itu hanya untuk memberi legitimasi untuk pelantikan Ketua DPR yang baru. Langkah MKD dalam hal ini patut dikritisi, karena secara sepihak tidak memberi kesempatan pada Akom membela diri. “Kalau memang dua kali dipanggil tidak datang, kan masih ada metode pemanggilan paksa,” kata Lucius. Terpisah, Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Yandri Susanto mengaku prihatin mendengar proses putusan MKD bagi Akom. Yandri mengingatkan agar MKD jangan terkesan menjadi tunggangan politik pihak tertentu. Karena itu, MKD tidak perlu sebenarnya terburu-buru memutus kasus Akom. “Saya dengar pak Akom belum diperiksa sama sekali. Ini menimbulkan keresahan, termasuk saya,” kata Yandri. (dyn/bay/byu)     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: