Krisis Air Bersih Landa Leuweunghapit
Sudah Dua Bulan, Warga Tiga Blok Beli Air Galon untuk Minum LIGUNG – Warga di tiga blok di Desa Leuweunghapit, Kecamatan Ligung mengalami krisis air bersih. Ketiga blok tersebut diantaranya Blok Minggu, Senin, dan Selasa. Masyarakat di tiga blok tersebut hanya bisa mengandalkan sisa air di salah satu sumber mata air (sumur). Pasalnya, dari sekian banyak sumur milik warga, hanya beberapa sumur saja yang masih memiliki stok air. Namun, keberadaan sumber mata air tersebut bukan berarti kondisi airnya bersih dan bisa dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari. “Kalau untuk keperluan minum setiap hari, warga di blok sini tidak mengambil air dari sumur. Karena kondisi air di sumur ini warnanya kuning seperti terdapat adanya lumpur. Air sumur hanya untuk untuk kebutuhan mandi, cuci, kakus (MCK),” ungkap warga Blok Minggu, Supomo (55) kepada Radar, kemarin. Dikatakan, krisis air bersih di bloknya sudah terjadi sekitar dua bulan lamanya. Bahkan, masyarakat di Blok Minggu hanya mengandalkan satu sumur untuk kebutuhan MCK. Dia menjelaskan, untuk kebutuhan minum setiap hari, masyarakat setempat harus merogoh kocek yang tidak sedikit. Dalam satu hari, sejumlah warga harus membeli air mineral dalam bentuk galon. “Saya dan warga lainnya harus membeli air dua galon setiap harinya. Karena air dari sumur tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Kadang juga untuk mandi tidak menggunakan air sumur, karena sering gatal-gatal,” terang Supomo. Jika harus mengonsumsi air sumur untuk minum, menurutnya air tersebut harus terlebih dahulu didiamkan selama tiga sampai empat hari. Hal yang sama juga dialami masyarakat di Blok Selasa. Dulbari (48) mengatakan, di blok tersebut terbilang sangat parah jika dibandingkan di dua blok di Desa Leuweunghapit. Masyarakat setempat harus menggunakan mesin pompa seperti sumur pantek yang lokasinya cukup jauh dari pekarangan warga. Tidak hanya itu, sumur pantek hanya bisa digunakan oleh satu kepala keluarga (KK). Namun, masyarakat bergiliran untuk mendapatkan air bersih di sumur pantek tersebut. “Sumur pantek yang dibuat oleh Blok Selasa ini harus digunakan secara bergiliran. Karena banyak warga lain yang membutuhkan air bersih ini,” tuturnya. Dirinya berharap kondisi krisis air di tiga blok tersebut segera teratasi, mengingat pada beberapa tahun lalu masyarakat terpaksa harus mengambil air di sungai yang kondisi airnya tidak layak untuk kebutuhan sehari-hari. “Saya khawatir kejadian beberapa tahun yang lalu akan terulang di desa kami. Masyarakat di sini terpaksa mengambil air dari kali (sungai) meskipun air tersebut kotor. Kami dan warga setempat berharap krisis air bisa teratasi,” harapnya. Sementara itu, Kepala Desa Leuweunghapit, Aripin membenarkan bahwa, krisis air sedang dialami oleh masyarakatnya. Kondisi tersebut ditengarai akan meluas mengingat musim penghujan masih terhitung lama. Dari desa-desa lain di Kecamatan Ligung, desanya merupakan salah satu desa terparah krisis air bersih. Pihaknya juga sudah berusaha mengajukan proposal ke Pemerintah Kabupaten Majalengka melalui dinas terkait. Namun, upaya tersebut sampai sekarang belum juga terealisasi. “Kekeringan yang melanda di desa kami memang sudah berlangsung sekitar dua bulan lalu. Kami sudah mengajukan berupa proposal kepada dinas terkait. Namun sampai sekarang belum juga terealisasi. Pengajauan tersebut diantaranya membuat jetpam yang bisa menampung air bersih. Itu dinilai akan bisa mengantisipasi krisis kekeringan di tiga blok tersebut,” ungkapnya. (ono) Foto Ono Cahyono/Radar Majalengka AMBIL AIR SUMUR. Warga Blok Minggu Desa Leuweunghapit, Kecamatan Ligung tengah mengambil air di salah satu sumur yang masih terdapat air untuk kebutuhan MCK sehari-hari, kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: