IPNU: Rawat Indonesia, Jaga Kebhinekaan

IPNU: Rawat Indonesia, Jaga Kebhinekaan

BANDUNG - Merawat Indonesia, Menjaga Kebhinekaan menjadi tema seminar yang digelar Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Jawa Barat. Acara diselenggarakan di Aula Fakultas Adab dan Humaniora UIN Bandung, Rabu (30/11). Ketua Umum PP IPNU, Asep Irfan Mujahid mengatakan,  persoalan kebangsaan semakin kompleks. Sehingga sosialisasi menjaga kebhinekaan menjadi penting. Terlebih persatuan bangsa kini terancam, dikhawatirkan masyarakat terpecah belah. \"Semangat toleransi pada keberagaman kini memudar. Pada saat ini umat Islam dipersepsikan menentang kebhinekaan,\" tutur Asep dalam rilis yang diterima radarcirebon.com. Padahal, kata Irfan, sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), umat Islam Indonesia sangat berkontribusi besar dalam mengawal keragaman dan mendasarkan pondasi negara ini. ‎Spirit keindonesiaan terbentuk atas kerja peradaban secara kolektif. \"Indonesia tak akan sukses bila hanya ada Islam di dalamnya, sehingga bhineka harus tetap dijaga,\" kata Asep. Asep menyebutkan, ‎hari ini mayoritas masyarakat lebih percaya dengan arus informasi viral di media sosial. Tanpa memperdulikan kebenaran informasi. Kondisi ini sangat berbahaya dan dapat mengancam kebhinekaan. Ditambah konflik antarkelompok sangat mudah bisa diprovokasi oleh isu di media sosial. \"Untuk itu maka sudah saatnya kita tampil kembali turun ke jalan, melakukan gerakan sosial dengan memberikan edukasi publik, khususnya yang berkaitan dengan politik kebangsaan,\" ujarnya. Ketua Departemen Sosiologi UGM Arie Sudjito mengatakan, ‎persoalan Indonesia dulu untuk menghentikan imperialisme. Ditambah dengan corak Indonesia itu terbentuk dari keberagaman. Namun, keberagaman justru yang mengikat Indonesia. \"Tantangannya kini adalah kemakmuran. Benturan yang kini dihadapi adalah imperialisme baru dan perpecahan di antara kita,\" kata Arie. Dia menuturkan, ‎padahal keberagaman itu mampu membentuk spirit keadilan Indonesia. Dan musuh yang sebenarnya adalah ketidakadilan global dan sekterian perspektif agama. Sementara, konstitusi negara Indonesia membahas masalah keberagaman, bukan perbedaan agama dan etnis. \"Umat Islam perlu peka dan peduli biar gak terlibat dalam benturan ini. Bayangkan bila ini tak dicegah. Untung dulu ada NU dan Muhammadiyah yang mencegah itu,\" tuturnya. Menurut Arie, semua masyarakat harus peduli dengan kondisi bangsa, dengan ikut memikirkan dan menjaga persatuan. ‎Semua kalangan masyarakat harus diajak secara praktis demokrasi dan Kebhinekaan Indonesia. \"Jangan hanya pada elite politik yang peduli terhadap bangsa, akan tetapi masyarakat dilibatkan,\" katanya. Dalam kesempatan yang sama, dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN SGD Bandung Wahyu Iriana‎ mengatakan, menjaga bhineka menjadi bagian penting. Guncangan yang terjadi saat ini biasa, karena sebelumnya pernah menghadapi dan melewatinya. \"Dulu ada NII dan PKI yang ingin memecah NKRI, tapi akhirnya NKRI tetap berdiri,\" tutur Wahyu. Menurutnya, kesadaran palsu bernegara sudah menjangkit di Indonesia seperti elite politik dan mafia politik. Hal itu menjadi tanggung jawab bersama untuk membenahi. Padahal, perbedaan akan menjadi bangsa ini besar. Syaratnya masyarakat menjaga kebhinekaan bangsa. \"Kalau kita enggak paham bingkainya, bagaimana kita bisa berbangsa dan bernegara yang satu Indonesia,\" pungkasnya. Seminar kebangsaan itu bekerja sama dengan BEM Fakultas Adab dan Humaniora UIN Bandung. Ada sekitar 300 peserta yang mengikuti seminar yang terdiri dari mahasiswa, kader IPNU dan OKP se-Jawa Barat. (hsn/rls)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: