Desak Pemkab-DPRD Indramayu Bikin Perda Perlindungan TKI
INDRAMAYU - Massa yang tergabung dalam Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Indramayu menggelar aksi Bela TKI, Senin (19/12). Dalam aksinya, mereka menuntut agar ada perlindungan terhadap nasib buruh migran asal Kabupaten Indramayu. Mereka mendatangi Kantor Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Indramayu dan DPRD Indramayu. Di kedua instansi itu, massa menyoroti lemahnya mekanisme penempatan dan perlindungan buruh migran dari hulu (daerah) sehingga buruh migran berangkat ke luar negeri tanpa prosedur resmi dan menjadi korban perdagangan orang. Ketua SBMI Kabupaten Indramayu, Juwarih mengungkapkan, berdasarkan data BNP2TKI secara nasional, Indramayu adalah kabupaten pengirim buruh migran terbesar kedua setelah Lombok Timur, yakni 15.128 orang per November 2016. Sedangkan jumlah buruh migran asal Indramayu yang tersandung kasus mencapai 249 orang. \"Itu adalah jumlah yang terdata. Sedangkan jumlah yang tidak terdata bisa dua kali lipat lebih,’’ kata Juwarih. Juwarih menyebutkan, berdasarkan temuan SBMI Indramayu, di tahun 2016, ada 32 kasus buruh migran Indramayu yang ditempatkan ke Malaysia dan Irak secara ilegal. Selain itu, ada masalah ratusan korban pemagangan ke Jepang yang dilakukan oleh oknum kepala sekolah yang bekerja sama dengan calo. Untuk mengatasi kasus tersebut, massa mendesak Pemkab dan DPRD Kabupaten Indramayu untuk memprioritaskan penerbitan Perda Perlindungan Buruh Migran Indramayu dalam program legislasi daerah (Prolegda) 2017. Massa menilai, keberadaan perda itu dapat memberikan layanan perlindungan kepada buruh migran, baik saat pra, masa, dan purna penempatan. \"Pemda dan dewan jangan menutup mata. Selama ini buruh migran Indramayu mengirim uang (remitansi) hingga Rp800 miliar per tahunnya. Ini jumlah yang sangat besar, bahkan 160 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan PAD Indramayu,’’ kata Juwarih. Juwarih menjelaskan, pada masa pra penempatan, hendaknya perda mengatur layanan perlindungan bagi calon buruh migran. Seperti penyediaan layanan informasi di desa-desa kantong buruh migran. Selain itu, keberadaan perda juga harus menjamin penempatan TKI berbiaya murah. Karenanya, Pemkab Indramayu harus merevitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK) untuk calon buruh migran. Selain bisa menekan biaya keberangkatan menjadi TKI, BLK tersebut juga menjadi tempat pelatihan keterampilan calon buruh migran. \"Dinsosnakertrans juga harus menjamin penandatanganan Perjanjian Penempatan antara calon buruh migran dengan PPTKIS/PJTKI,’’ kata Juwarih. Pada masa penempatan, Dinsosnakertrans harus memberikan perlindungan dengan layanan pengaduan dan tindak lanjutnya. Tak hanya kepada polisi, namun juga BNP2TKI, Kementerian Ketenagakerjaan atau Kementerian Luar Negeri. Pada pasca penempatan, perda tersebut juga harus memberikan kewenangan kepada Dinsosnakertrans untuk memberdayakan mantan buruh migran tanpa ada diskriminasi. Hal itu terutama bagi mantan buruh migran yang pernah mengalami masalah saat bekerja di luar negeri. Menanggapi aksi massa, Kabid Pelatihan, Penempatan Kerja Dinsosnakertrans Kabupaten Indramayu, Iman Sulaeman menyatakan, sejak dibelakukannya moratorium ke Timur Tengah, dia mengakui masih banyak warga yang ingin tetap berangkat ke Timur Tengah. Namun, selama ini pihaknya selalu menolak dan tidak memberikan izin apapun pada mereka. \"Saat ini kita sudah punya Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP) sehingga masyarakat yang ingin menjadi TKI bisa melalui jalur resmi,’’ kata Iman.(oet)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: