Mendikbud Tak Paksakan UNBK, Tapi Siapkan 40 Ribu Komputer

Mendikbud Tak Paksakan UNBK, Tapi Siapkan 40 Ribu Komputer

BOGOR– Ujian nasional berbasis komputer (UNBK) tidak mungkin diberlakukan di semua sekolah tahun ini. Ada ribuan sekolah yang belum siap. Tidak memiliki peranti komputer dan infrastruktur lain. Namun, jenjang SMA dan SMK mendapatkan prioritas agar sebagian besar bisa melaksanakan UNBK. “Untuk SMA dan SMK, targetnya 80 persen, sedangkan SMP 30 persen,” kata Mendikbud Muhadjir Effendy setelah rapat kabinet di Istana Bogor kemarin (4/1). Pemberian fasilitas untuk SMA/SMK lebih mudah karena sebagian besar berada di perkotaan. Di kawasan perkotaan, tersedia fasilitas listrik dan internet yang memadai sehingga komputer tinggal diberikan. Sementara itu, sekolah-sekolah pinggiran terpaksa tetap melaksanakan ujian nasional (UN) dengan menggunakan kertas. Kondisi berbeda terjadi pada jenjang SMP. Selain lokasinya yang menyebar sampai ke pelosok, fasilitas penunjang lain belum tentu tersedia dengan kualitas memadai. Selain itu, peserta unas untuk jenjang SMP lebih banyak daripada SMA/SMK. Karena itu, Muhadjir mengatakan bahwa Kemendikbud tidak berani mematok target tinggi di atas 30 persen. Fasilitas untuk SMP secara bertahap akan dipenuhi. Diharapkan, pada 2018 UNBK SMP bisa mencapai 60–70 persen. Muhadjir tidak akan memaksakan UNBK bagi sekolah yang belum punya fasilitas komputer dan penunjang yang memadai. Solusinya adalah siswa dari sekolah yang tidak mampu tersebut harus menumpang ujian di sekolah lain. “Kalau digabung, itu termasuk juga sekolah yang belum berhak menyelenggarakan (UN),” ujarnya. Sekolah yang dimaksud adalah yang akreditasinya C atau di bawahnya. Juga, sekolah-sekolah yang belum terakreditasi. Selama bertahun-tahun siswa sekolah tersebut harus menumpang di sekolah lain untuk menjalani unas. Biasanya yang ditumpangi adalah sekolah negeri. Tahun ini Kemendikbud menganggarkan belanja modal berupa 40 ribu unit komputer. “Kami adakan paling lambat akhir Januari,” kata Muhadjir. Tambahan komputer itu diharapkan bisa memenuhi target peningkatan peserta UNBK. Sosialisasi terkait dengan UNBK terus dilaksanakan. Salah satunya dilakukan Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). “Salah satu yang dibahas adalah fenomena sekolah yang akan bergabung untuk melaksanakan UNBK ke sekolah yang siap,” ujar Mansur, wakil kepala SMAN 1 Gunungsari, Lombok Barat. Fenomena siswa menumpang ujian sejatinya bukan hal baru. Hal itu telah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah sekolah pelaksana UNBK tahun ini sangat banyak karena standarnya diturunkan. Tahun lalu standar sekolah yang boleh melaksanakan UNBK adalah yang memiliki perbandingan komputer dan siswa 1:3. Artinya, satu komputer untuk tiga siswa. “Sekarang standar itu diturunkan. Cukup memiliki 20 unit komputer sudah bisa UNBK,” ungkap Mansur. Untuk sekolah dengan jumlah siswa yang banyak, ketersediaan 20 unit komputer tersebut sangat riskan. Ketika masih menggunakan sistem rasio, banyak jadwal UNBK yang molor karena harus bergantian. Hal itu mengganggu gelombang berikutnya. Selain itu, ada kasus server mati. Padahal, siswa dan jadwal sudah diatur dengan baik. “Ada yang semuanya sudah siap, ternyata ada pemadaman listrik,” kata pengurus Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) NTB itu. Ada juga kasus sekolah yang menumpang karena jumlah siswanya tidak memenuhi standar minimal sebagai penyelenggara ujian. Misalnya, siswanya tidak sampai 20 anak. Alhasil, mereka harus menumpang ujian di sekolah lain. (byu/wan/c7/ca)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: