Kompak Bantah Wa Ode

Kompak Bantah Wa Ode

Terkait Dugaan Suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah JAKARTA- Empat anggota DPR yang pernah bersama-sama menjadi pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR kompak membantah dugaan suap terkait pembahasan anggaran Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID). Kemarin (11/9) KPK memanggil bekas Wakil Ketua Banggar dari Fraksi Partai Demokrat Mirwan Amir dan Wakil Ketua Banggar dari Fraksi PDIP Olly Dondokambey. Keduanya dimintai keterangan sekitar empat jam sebagai saksi untuk tersangka Fahd A. Rafiq. \"Saya tidak kenal Fahd,\" kata Mirwan. Sebelum memanggil Mirwan dan Olly, penyidik KPK juga telan memanggil bekas Ketua Banggar dari Fraksi Partai Golkar Melchias Markus Mekeng dan Wakil Ketua Banggar Tamsil Linrung dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Senin (10/9). Fahd yang merupakan anak pedangdut A. Rafiq menjadi tersangka penyuap Wa Ode Nurhayati, terdakwa perkara dugaan suap terkait pembahasan anggaran DPID. Fahd adalah pengusaha yang juga Ketua Umum Gerakan Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (Gema MKGR), ormas underbow Partai Golkar. Sedangkan Wa Ode dikenal sebagai anggota DPR (nonaktif) dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Dalam Persidangan Wa Ode di Pengadilan Tipikor Jakarta, Fahd menyebut pimpinan Banggar, Mirwan dan Tamsil, turut menerima jatah fee DPID. Sedangkan Wa Ode menyebut pimpinan Banggar telah menyalahgunakan wewenang dengan mengubah daerah-daerah yang semula berhak menerima DPID. Olly membantah keterangan Wa Ode. \"Itu bohong,\" kata Olly. Wa Ode menjadi terdakwa atas dakwaan penerimaan suap dari Fahd El Fouz untuk memuluskan usulan alokasi DPPID tahun anggaran 2011 untuk Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah. Ada juga pengusaha lain yang ikut menyetor uang suap untuk mengurus alokasi DPPID Kabupaten Minahasa. Sebelumnya di sidang Wa Ode, Direktur Dana Perimbangan Ditjen Perimbangan Keuangan Pramudjo mengungkapkan pimpinan Banggar telah mengabaikan simulasi pemerintah dalam menentukan daerah yang berhak menerima alokasi anggaran DPID. Dengan menggunakan simulasi pemerintah, ada 398 daerah yang mendapatkan DPPD. Oleh Banggar, yang berhak menerima lantas dikepras menjadi 297 daerah. Menurut pengakuan Pramudjo, meskipun jumlah daerah penerima berkurang, total alokasi anggarannya tetap sama, yakni Rp7,7 triliun. Berdasarkan simulasi pemerintah, daerah penerima dikategorikan berdasarkan kapasitas fiskalnya, yakni sedang, rendah, dan sangat rendah. Untuk kategori sedang akan mendapatkan alokasi maksimal Rp25 miliar. Sedangkan untuk kapasitas fiskal rendah mendapatkan maksimal Rp30 miliar, dan sangat rendah Rp40 miliar. DPPID dianggarkan dalam APBN 2011 dan dibahas pemerintah dan parlemen pada Oktober 2010. Selain kapasitas fiskal, ada pula ketentuan harus ada pengusulan dari daerah. Berdasarkan kriteria itu, Kementrian Keuangan menganggap masih ada 29 kabupaten/kota dan 2 provinsi yang seharusnya menerima, namun dicoret Banggar. Menurut Pramudjo, Menkeu Agus Martowardojo lantas melayangkan surat ke pimpinan Banggar dengan tembusan Pimpinan DPR. Surat itu dikirimkan Desember 2010, atau dua bulan setelah UU APBN 2011 diketuk. Surat dari Kemenkeu dibalas Anis Matta, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. DPR menyatakan alokasi itu sudah tidak bisa diubah lagi. Pemerintah akhirnya terpaksa menerima keputusan parlemen. (sof)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: