Harga Turun, Petani Ubi Jalar Merugi

Harga Turun, Petani Ubi Jalar Merugi

KUNINGAN - Hujan yang terus mengguyur selama sebulan terakhir ini mengakibatkan petani ubi jalar mengalami kerugian. Selain produksi kurang maksimal, harga di pasaran juga terus menurun. Imbasnya, petani kesulitan menggarap kembali lahannya karena biaya produksi yang tidak tercapai. Di pasaran, harga ubi jalar juga cenderung menurun. Jika sebelumnya bisa mencapai Rp 3 ribu/kg, sekarang hanya Rp 1.400/kg. Itu juga belum termasuk biaya upah selama masa tanam, dan biaya pemupukan yang lumayan besar. Menurut Nanang Rusliana, petani ubi jalar di Desa Babakanmulya, Kecamatan Jalaksana, sudah sebulan terakhir ini harga ubi jalar terus turun hingga sekarang hanya Rp 1,400/kg. Padahal harga ubi jalar sempat bagus di kisaran harga Rp 3,500/kg di tahun 2016. “Sekarang sih beli dari petaninya Rp 1,400/kg. Kondisi ini membuat petani rugi. Malah kalau ditotalkan dengan biaya produksi, bersihnya kami hanya menerima Rp 1.000/kg. Itu sudah dipotong upah kerja dan biaya lainnya,” terang Nanag kepada Radar Kuningan. Nanang mencontohkan, dirinya mengolah lahan seluas 50 bata dan ditanami ubi jalar. Biaya produksi yang dikeluarkannya mulai dari mencangkul, menanam sampai pemberian pupuk mencapai Rp 1,2 juta. Sedangkan hasil penjualan ubi jalarnya hanya mendapatkan Rp 500 ribu. “Jadi, saya rugi sebesar Rp 700 ribu, karena harga ubi jalar tidak di angka Rp 2 ribu/kilogramnya. Tadinya kami berharap, harga ubi jalar tetap tinggi. Engga tahunya malah turun drastis. Praktis kami mengalami kerugian,” keluh Nanang. Selain harga yang anjlok, Nanang juga mengeluhkan banyaknya bibit penyakit seperti hama wereng. Kendati sudah berusaha melakukan pengobatan menggunakan obat pestisida, nyatanya hama wereng susah diberantas. “Beginilah nasib petani. Kalau harga tidak jatuh, pasti ada serangan hama wereng. Boro-boro bisa untung, malah yang ada modal juga ikut habis. Sekali menanam ubi jalar, panennya enam bulan kemudian. Selama itupula, kami harus menghidupi keluarga, sedangkan harga ubi jalar tidak bisa diprediksi,” ujarnya. Kendati harga ubi jalar tidak sesuai yang diharapkan, Nanang tetap berkomitmen untuk menjadi petani. Alasannya, dia tidak bisa meninggalkan lahan pertanian meski ada yang menawarinya bekerja di pemerintah desa. Nanang merasa tenang ketika berada di sawah dan menggarap lahan pertaniannya. “Untung rugi sudah biasa. Mungkin tidak hanya saya saja yang mengalami serangan hama, tapi bisa juga petani lainnya. mudah-mudahan saja ada perhatian dari pemerintah atau minimal instansi terkaitnya turun ke lapangan,” harap Nanang. (ags)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: