Menristekdikti Larang Kenaikan Uang Kuliah

Menristekdikti Larang Kenaikan Uang Kuliah

JAKARTA - Rencana Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) untuk menaikkan uang kuliah tunggal (UKT) tidak mendapat restu dari pemerintah. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhammad Nasir melarang hal itu diterapkan tahun ajaran mendatang. Ke depan pun,  pihaknya akan mengevaluasi secara ketat setiap proposal kenaikan. Hal itu menjadi jawaban Nasir terhadap sejumlah pertanyaan legislator dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI kemarin (18/1). Nasir sudah memberikan arahan kepada universitas negeri maupun swasta untuk tidak menaikkan UKT tahun ini. Pertimbangannya adalah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya baik. ’’Kenaikan akan beresiko meresahkan masyarakat. Karena itu, UKT tidak boleh naik pada 2017 ini,’’ jelasnya seusai rapat di parlemen kemarin (18/1). Dengan status PTN-BH, kampus negeri memang punya kewenangan untuk menetapkan semua kebijakan internal. Termasuk besaran biaya UKT. Namun, semua ketentuan tersebut harus dilaporkan kepada Kemenristekdikti. Nah, dengan kewajiban laporan tersebut, maka mereka tak bisa membuat ketentuan baru terkait UKT tahun ini. Saat ditanya kemungkinan UKT periode 2018, Nasir menyebut peluang untuk naik masih terbuka. Namun, dia akan melihat bagaimana kondisi perekonomian saat itu. Kalau kondisinya baik, dia akan memberikan lampu hijau. Begitu pula sebaliknya. ’’Kami akan lihat situasi ekonomi lagi. Kalau 2018 masih buruk ya tidak boleh (menaikkan UKT),’’ tegasnya. Sekjen Kemenristekdikti Ainun Naim menambahkan, pemerintah memang memberikan otonomi tersendiri kepada PTN-BH. Namun, pemerintah punya regulasi tersendiri yang membatasi universitas negeri menaikkan harga seenaknya. Selain mengevaluasi dasar kenaikan, pemerintah juga sudah menetapkan batas atas agar biaya yang ditanggung mahasiswa masih terjangkau. ’’Yang perlu diketahui, tujuan pemerintah menerapkan UKT adalah agar ada subsidi silang. Jadi yang mampu membayar penuh untuk meningkatkan kinerja kampus, yang tidak mampu tentu diberi beasiswa,’’ ungkapnya. Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Ferdiansyah mengapresiasi keputusan pemerintah. Menurutnya, sejak awal memang pihaknya mendesak pemerintah agar membatalkan wacana kenaikan UKT. Pasalnya, hal tersebut bakal membuat masyarakat semakin susah untuk mendapatkan akses pendidikan tinggi. ’’Kami terus berusaha agar UKT untuk PTN bisa terjangkau bagi masyarakat. Baik dengan mendesak pemerintah maupun meningkatkan anggaran BOPT (Biaya Operasional Perguruan Tinggi),’’ ungkapnya. Terkait sumber pemasukan yang lain, Ferdi mengaku Universitas sebenarnya bisa mengambil inisiatif untuk menggalang dana sumbangan dari alumni atau orang tua. Seperti wacana yang saat ini sedang bergulir di tingkat pendidikan dasar dan menengah. Namun, dia menegaskan bahwa dana tersebut harus transparan dan punya dampak jelas. Pengamat pendidikan Indra Charismiadji mengatakan pola pikir PTN di Indonesia cenderung kurang kreatif untuk mengumpulkan pundi-pundi keuangan. Dia lantas mencontohkan sempat mengajari mahasiswa PTN papan atas di Surabaya untuk menjadi berwirausaha. Tetapi ujungnya ditolak oleh jajaran dekanat. Alasannya mahasiswa supaya fokus belajar. ’’Padahal jika mahasiswa punya tambahan penghasilan, bisa untuk membantu biaya kuliah,’’ jelasnya. Selain itu, kampus seharusnya bisa bekerjasama dengan pihak-pihak lain untuk mendapatkan pundi-pundi keuangan.  Dengan demikian kampus tidak mudah mengambil cara singkat dengan menaikkan UKT. Dia mengakui bahwa biaya operasional pendidikan tinggi sangat besar. Untuk itu sejumlah kampus swasta di Jakarta ada yang membuat unit bisnis. Unit bisnis itu bisa untuk menghasilkan uang untuk menutup operasional perkuliahan. ’’Sehingga beban yang ditanggung mahasiswa tidak besar-besar amat,’’ jelasnya. Bagi Indra kampus menjalankan bisnis itu sah. Asalkan transparan dalam pengelolaan uangya. (bil/wan/ang)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: