Mama Jana, Maestro Tarling Klasik Cirebonan (1); Berawal dari Gitar Milik Pejabat Belanda yang Rusak

Mama Jana, Maestro Tarling Klasik Cirebonan (1); Berawal dari Gitar Milik Pejabat Belanda yang Rusak

Sempat menjamur pada medio 1950 sampai 1990, kini tarling klasik asli Cirebonan hanya menyisakan satu sanggar. Di tangan Mama Jana, sanggar Candra Kirana berusaha menjaga keaslian seni khas pantai utara Jawa Barat tersebut. Laporan: FOLLY AKBAR, Cirebon USIA Djana Partanain atau yang akrab disapa Mama Jana sudah 80 tahun. Rambutnya sudah memutih. Jalannya pun mulai lambat dan agak sempoyongan. Sekujur tubuhnya sudah keriput. Namun, ketika gitar sudah di tangannya, kesan sebagai orang yang sudah ”sepuh” seolah sirna. Jari-jarinya langsung meloncat-loncat lincah di senar-senar dawai. Petikannya pun enak didengar. Nyaris tidak ada yang meleset. Yang aneh, suara yang terdengar adalah musik gamelan Jawa bercampur Sunda. ’’Tarling itu memindahkan suara gamelan ke gitar,’’ kata Mama Jana saat ditemui di rumahnya di Jalan Kapten Samadikun Gang Melati 7, Kelurahan Kebon Baru Utara, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon, Jawa Barat, Selasa (17/1). Tarling merupakan musik khas pantai utara Jawa Barat, khususnya wilayah Cirebon dan Indramayu. Musik yang diciptakan Sugra dan Barang pada medio 1930 itu, bisa dibilang tidak sengaja ditemukan. Menurut Mama Jana, kala itu Sugra yang notabene pemain gamelan diminta pemerintah Hindia Belanda untuk memperbaiki gitar milik seorang pejabat. Dalam proses tersebut, Sugra justru menemukan sesuatu yang baru. Ternyata, alunan dan tangga nada gamelan bisa dimainkan dengan gitar. Nah, untuk memperkaya warna musiknya, Sugra menambahkan suling (seruling). Jadilah tarling, gitar suling. Dalam setiap pergelaran, tarling memainkan sekurangnya empat personel. Terdiri atas pemain gitar melodi, gitar basis, suling, dan seorang wiranggana (sinden) yang bertugas melantunkan lagu-lagu khas Cirebon. Lahir dan menjalani masa kecil di saat tarling tumbuh, Mama Jana pun tertarik untuk mempelajarinya. Sejak usia sepuluh tahun, dia menjadi murid langsung dari Barang. ’’Hampir setiap orang saat itu bisa tarling, saya tidak enak kalau tidak bisa,” cerita pria kelahiran 1936 tersebut. Jana butuh waktu setahun untuk menguasai dasar-dasar musik tarling. Sejak itu, hampir setiap hari dia memainkan tarling di mana-mana. Berbagai melodi dan tembang seperti waled, bendrong, dan barlen dilahapnya dengan enak. Perlahan, kelihaiannya memainkan tarling pun mendapat pengakuan warga di sekitarnya. Bersama teman-temannya saat itu, dia mulai akrab dengan panggung. Dari satu acara hajatan ke acara hajatan lainnya. Mulai khitanan, pesta pernikahan, hingga acara-acara hiburan dan budaya sering mengundang kelompok tarling Jana. Dalam perjalanan seninya, Mama Jana juga menemukan melodi baru yang dinamai kiser. Menurut penjelasannya, kiser merupakan perpaduan lagu keroncong yang digabungkan dengan laras gamelan pelog, slendro, dan prawa khas Cirebon. Kreasinya itu disukai banyak pegiat tarling saat itu.(*/bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: