Ini Cerita Herry Kiswanto, yang Sempat Dilarang Melatih Seumur Hidup Gara-gara Sepak Bola Gajah

Ini Cerita Herry Kiswanto, yang Sempat Dilarang Melatih Seumur Hidup Gara-gara Sepak Bola Gajah

Herry Kiswanto, salah seorang legenda sepak bola nasional, merasa seperti hidup kembali. Hukuman larangan melatih seumur hidup yang dijatuhkan kepada dia diputihkan. Laporan: MIFTAKHUL F.S, Lamongan HERRY Kiswanto tak ingat persis tanggal berapa panggilan telepon itu masuk ke ponselnya. Lelaki 60 tahun itu hanya mengingat bahwa panggilan tersebut hanya datang beberapa hari menjelang kongres tahunan PSSI di Bandung, 8 Januari 2017. Meski tak lagi mengingat tanggalnya, Herry tidak akan lupa siapa yang meneleponnya kala itu. Juga isi perbincangannya. Telepon tersebut datang dari Manajer Persela, Yunan Achmadi. ”Beliau mengatakan, kalau saya berminat melatih Persela, pintu bagi saya terbuka lebar,” ungkapnya saat ditemui di Guest House Pemerintah Kabupaten Lamongan Rabu siang (25/1). Sontak tawaran itu membuat Herry terperanjat. Sebab, kala itu dia masih menjalani hukuman seumur hidup atas kasus sepak bola ’’gajah’’ yang ”melibatkan” dirinya. Bisa dimengerti bila Herry kaget bukan main saat mendapat tawaran itu. Apalagi, dia ditawari melatih kesebelasan yang berkompetisi di kasta tertinggi sepak bola Indonesia, Liga 1 (dulu Indonesia Super League/ISL). Tentu itu bukan basa-basi atau main-main. Tawaran tersebut melengkapi titik terang yang sedang menghampiri hidupnya. Sebab, sebelumnya Herry mendapat kabar baik dari Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi yang bakal memulihkan status hukumannya. ”Sebenarnya sebelum ada telepon dari manajer Persela, saya juga sempat dihubungi PSS Sleman, PSGC Ciamis, dan Cilegon United,” katanya. Namun, seperti kepada ketiga kesebelasan yang mengontak sebelumnya, Herry juga tak bisa menjawab tawaran Persela. Begitu pula saat Yunan Achmadi mengajukan tawaran kembali ketika mereka bertemu di arena kongres PSSI. Saat itu kapten Indonesia kala meraih medali emas SEA Games 1987 tersebut hanya bisa menjawab bahwa dirinya masih menunggu surat resmi dari PSSI yang mengampuni hukuman seumur hidupnya. Yang ditunggu Herry itu akhirnya datang pada 21 Januari. Saat berada di Cikampek, Subang, Jawa Barat, suami Tuty Heryati tersebut mendapat telepon dari pengurus PSSI. Isinya mengabarkan bahwa surat pengampunan hukumannya sudah terbit dan bisa diambil. Esoknya, 22 Januari, Herry langsung ke Jakarta untuk mengambil surat itu. Surat bernomor 014/KEP/PK-PSSI/1/2017 dan ditandatangani Ketum PSSI Edy Rahmayadi bertanggal 10 Januari tersebut menegaskan bahwa PSSI telah membatalkan keputusan Komisi Disiplin PSSI yang menghukumnya seumur hidup. Berbekal surat itulah, Herry baru berani menjawab tawaran Persela. Dia kemudian pergi ke Lamongan pada keesokan harinya (23/1). ’’Saya memutuskan pergi ke Lamongan karena mereka telah memberikan kepercayaan berharga dan mahal kepada saya,’’ ujarnya. ’’Saya pun tidak ingin mati sia-sia di kehidupan kedua ini,’’ tegasnya. Kehidupan kedua. Terdengar berlebihan. Tapi, begitulah yang dihadapi Herry. Kehidupan salah seorang libero terbaik yang pernah dimiliki negeri ini tersebut memang sempat dimatikan. Hukuman seumur hidup yang dijatuhkan komisi disiplin dua tahun lalu menjadikan kehidupannya seolah telah mati. Hukuman itu dijatuhkan imbas sepak bola gajah yang dimainkan PSS Sleman kontra PSIS Semarang pada laga lanjutan Divisi Utama PSSI 10 Oktober 2014. Saat itu kedua kesebelasan sama-sama tak mau menang. Pemain kedua kesebelasan berlomba-lomba menyarangkan bola ke gawang sendiri pada 12 menit akhir pertandingan. PSS akhirnya memenangi pertandingan tersebut dengan skor 3-2. Herry yang kala itu bertindak sebagai pelatih PSS dituduh sebagai salah satu pihak yang bersalah. Komdis menjatuhkan sanksi larangan seumur hidup beraktivitas di dunia sepak bola nasional kepada Herry. Banyak pihak yang tidak sependapat dengan hukuman itu. Mereka memang muak, jijik, dan marah dengan sepak bola gajah tersebut. Tapi, tidak kepada Herry. Ada sejumlah pihak yang tidak yakin Herry turut andil dalam sepak bola kotor tersebut. Dia dinilai sebagai pemain yang bersih, tidak bermain kasar dan kotor. Tak heran bila dalam perjalanan karirnya sebagai pemain yang terentang mulai 1979 sampai 1996, Herry hanya sekali mendapat kartu kuning. Tepatnya saat laga Krama Yudha yang dibelanya berhadapan dengan Pelita Jaya. Itu pun, kartu kuning yang mampir ke dirinya bukan karena permainan kasar. Kartu tersebut diberikan karena Herry memprotes keputusan wasit yang mengesahkan gol Bambang Nurdiansyah yang dinilai berbau offside. Herry protes karena dirinya adalah kapten. ”Saat itu hakim garis sudah mengangkat bendera tanda offside. Tapi, wasit tidak menganulir gol Pelita sehingga kedudukan menjadi imbang 1-1,” kenangnya. Perjalanan karir di lapangan hijau yang luar biasa tentunya. Padahal, Herry berposisi palang pintu. Posisi itu tentu menjadikannya rawan mendapat kartu kuning. Sebab, untuk menghadapi laju penyerang lawan, para pemain belakang sangat mungkin menjatuhkan lawan tersebut. Tapi, Herry berbeda. Dia tidak pernah menghentikan atau merebut bola dari kaki lawan dengan cara kasar atau nakal. Karena itu, menjadi wajar bila banyak yang sangsi dengan keterlibatan Herry dalam sepak bola gajah. ”Saya memang tidak terlibat. Saat pertandingan itu, saya justru sempat meminta wasit untuk menghentikan pertandingan dan memintanya menegur para pemain,” terangnya. Permintaan yang sama diulanginya saat turun minum. Di tepi lapangan Herry juga sempat meneriaki pemainnya agar bermain normal dan sportif. Tapi, kondisi tidak berubah. Herry yang gelisah lalu memutuskan ke kamar ganti pemain untuk salat. ”Ternyata, begitu saya selesai salat, gol-gol ngawur itu terjadi,” jelasnya. Hati Herry remuk redam karena sepak bola gajah itu. Langit seolah runtuh menimpanya begitu komdis menyalahkan dan menghukumnya seumur hidup, dilarang berhubungan dengan lapangan hijau. Apalagi, keputusan tersebut tidak hanya melukai dirinya, tapi juga nama baik diri dan keluarganya. ”Saya dan keluarga sempat begitu terpukul. Namun, kami berusaha hidup normal. Saya tidak merasa malu dengan hukuman itu. Sebab, saya merasa tidak bersalah,” katanya. Bapak dua anak tersebut juga yakin Gusti Allah ora sare. Tuhan tidak tidur. Dia percaya langit di atasnya akan kembali biru. Kepercayaan itu pun mendapatkan jawabannya. Herry kini terbebas dari hukuman. Bahkan, begitu bebas, dia langsung mendapat tawaran melatih di klub yang bermain di kasta tertinggi. Herry dipinang Persela. ”Keputusan ini tidak asal kami ambil. Reputasi Herry Kiswanto-lah yang membuat kami memberikan kepercayaan kepada beliau,” ujar Yunan. Dia menambahkan, komponen di Persela percaya Herry tidak terlibat dalam sepak bola gajah PSS lawan PSIS. Dasarnya adalah catatan apik Herry saat menjadi pemain. Juga kepribadiannya di luar lapangan yang santun. ”Kami memilih dia karena berwibawa dan memiliki jiwa kepemimpinan. Kami juga senang dengan tekadnya,” tutur Yunan. Tekad yang dimaksud Yunan adalah keinginan Herry yang tidak mau mati sia-sia di kehidupan keduanya. ”Jejak buruk tersebut harus dihapus. Untuk itu, saya harus muncul dan eksis di kompetisi tertinggi nasional. Saya pun memilih Persela dan ingin berprestasi di sini,” ujarnya. (*/c10/ari/jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: