MUI: Pemerintah Jangan Batasi Dakwah
MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Indramayu KH Moh Syathori SH MA mendukung rencana pemerintah merancang sertifikasi bagi para khatib. Sepanjang itu tujuannya meningkatkan kualitas penceramah dan tak membatasi penegakan amar maruf nahi munkar. “Sertifikasi bagus, asal tidak membatasi dakwah amar maruf nahi munkar. Kalau dilarang malah akan jadi persoalan, jangan benturkan rakyat dengan pemerintah,” tegas KH Moh Syathori SH MA kepada Radar, Selasa (31/1). Karena itu, pengasuh Pondok Pesantren Al Amin Kandanghaur itu mempertanyakan motif di balik program sertifikasi sekaligus pengawasan terhadap para ulama yang berdakwah di masjid-masjid. Jika motifnya membatasi isi ceramah, apalagi melarangnya, justru bakal menjadi bumerang. Sebab, penegakan amar maruf nahi munkar sudah menjadi tanggung jawab ulama dengan segala risiko yang harus ditempuh. “Sudah kewajiban ulama menjelaskan bagaimana hukum Islam. Jika pun sekarang berkembang ada isi ceramah yang dinilai sensitif dan dianggap memecah kesatuan bangsa, harus dipahami dulu. Toleransi antar agama itu tidak ada, yang ada adalah toleransi antar umat beragama. Lakum dinukum waliyadin,” tegasnya. Syathori pun meyakini para ulama tidak akan mengumbar dakwah tanpa mengambil referensi dari berbagai kitab maupun sumber lain yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Terlebih, sebelum berdakwah mereka yang tergabung dalam sejumlah ormas Islam pastinya telah dibekali dengan pelatihan yang diadakan oleh organisasinya masing-masing. “Ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah itu kan sering mengadakan pelatihan dan pembekalan bagi calon dai supaya memenuhi kualifikasi. Secara internal mereka juga melakukan kaderisasi pendakwah berkualitas, tidak sembarangan,” terang dia. Lebih jauh Syathori mengungkapkan, upaya meningkatkan kualitas isi khutbah, salah satu program kerja MUI adalah menerbitkan buku yang berisi koleksi khutbah dari para ulama Kabupaten Indramayu. Buku itu nantinya akan dicetak dan disebarluaskan kepada publik. “Sedang diupayakan. Jadi isi khutbah dari para ulama itu nanti akan dikumpulkan dijadikan buku, lalu dijual kepada masyarakat untuk kemudian diperbanyak lagi,” tandasnya. Senada dikatakan Ketua MUI Kabupaten Kuningan KH Abdul Aziz Anbar Nawawi. Menurut Aziz, jika pemerintah pusat melalui Kementerian Agama memaksakan diri untuk memberlakukan sertifikasi khatib, maka hal tersebut merupakan langkah mundur dari pemerintah saat ini. ”Menurut saya ini sangat tidak perlu,” kata Aziz saat dihubungi koran ini, Selasa (31/1). Menurut Aziz, rencana menag terkait sertifikasi khatib, merupakan sikap ketakutan yang berlebihan dan sangat tak beralasan. Ia akan lebih setuju bila pemerintah memberlakukan sertifikasi kepada khatib dalam hal kualitas khutbah, bukan sertifikasi untuk vokal atau tidaknya sang khatib. “Kebijakan itu menurut saya merupakan ketakutan yang berlebihan dan tidak beralasan. Kalau yang disertifikasi itu kualitas, saya sangat setuju, tapi kalau disertifikasi itu vokal dan tidaknya seorang khatib, jelas saya sangat tidak setuju,” tegasnya. Ketua Umum Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Kuningan ini menyarankan agar Kemenag lebih fokus kepada hal-hal lain yang lebih penting. Sebab kata Aziz, baik tidaknya khatib menyampaikan khutbah, yang menilai adalah jamaah itu sendiri. Apalagi saat ini umat Islam di Indonesia sudah sangat cerdas dalam memilih dan memilah mana yang baik dan tidak baik. “Biarkanlah khatib apa adanya, toh yang menilai isi khutbah khatib itu jamaah sendiri. Kalau ada khatib yang ngawur biasanya direkomendasikan oleh masyarakat melalui DKM agar khatib tersebut tidak diberi jadwal lagi,” ujarnya. Sementara Ketua Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) Kabupaten Indramayu H Juhadi Muhammad SH mengatakan upaya pemerintah itu sah-sah saja selagi untuk kebaikan bersama. “Bagi khatib dari kalangan nahdliyin, kita jamin dalam menyampaikan ceramah agama selalu menyejukkan umat. Jangan khawatir dengan mereka,\" jelas Juhadi kepada Radar, Selasa (31/1). Dia mengatakan wacana sertifikasi khatib perlu ditindak lanjuti oleh kantor kementerian agama yang ada di daerah. Bahkan perlu menginventarisasi berapa jumlah masjid di setiap daerah. Dari jumlah masjid, lanjut Juhadi, akan dikethui berapa jumlah ulama yang siap untuk mengikuti sertifikasi. Untuk dinyatakan standar, mereka tentunya harus mengikuti uji kompetensi dari lembaga penguji yang sudah ditetapkan pemerintah. “Pemerintah melalui kemenag hanya memfasilitasi. Para penguji dari kalangan ulama yang ditunjuk pemerintah,\" tegas Juhadi, seraya menyatakan mendukung wacana pemerintah demi menjaga kondusivitas negara. Masih kata dia, PCNU Indramayu mendukung sertifikasi khatib. \"Kalau khatib yang sudah baik, gak masalah. Namun lebih baik lagi apabila ikut sertifikasi,\" pungkasnya. (kho/muh/dun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: