Pilkada Terganjal Data Pemilih dan Anggaran
JAKARTA – Potensi gangguan ketertiban menjelang pelaksanaan pilkada 2017 mulai muncul. Salah satunya aksi unjuk rasa yang diprediksi terjadi pada masa tenang 11–14 Februari. Kabar itu diungkapkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam rapat koordinasi (rakor) pemantapan pilkada 2017 di Jakarta kemarin (31/1). “Saya dapat info kalau hari tenang akan ada demo,” ujarnya. Gatot menyatakan, aksi demonstrasi merupakan hal yang diperbolehkan konstitusi. Namun jika dilakukan di luar ketentuan yang ada, unjuk rasa harus ditindak secara tegas. “Kalau demo gak masalah, asalkan tidak menyangkut tentang pilkada. Makanya di situlah untuk benar-benar mengawasi,” ucapnya. Sebagai bagian dari elemen pengamanan, mantan Pangdam Brawijaya itu menegaskan bahwa pihaknya siap mem-back up kepolisian. Berapa pun personel yang dibutuhkan kepolisian, Gatot menyatakan siap memenuhi. Sementara Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan, meski relatif aman, situasi di 101 daerah peserta pilkada mulai menghangat. Bukan hanya di daerah dengan indeks kerawanan tinggi, tetapi merata di seluruh daerah. “Kontestasi selalu memunculkan polarisasi. Kalau calon ada dua, masyarakat terbelah dua. Kalau lima terbelah lima. Ini potensi konflik,” jelasnya. Tito berharap penyelenggara pemilu khususnya di daerah, menjunjung netralitas dan profesionalitas. Ketidakberesan penyelenggara menjadi salah satu aspek yang berpotensi memantik keributan. Kepada para calon, dia meminta tidak menggunakan cara inkonstitusional guna memenangi kontestasi. “Kalau nanti kalah, harus besar hati supaya terima. Kalau tidak puas, gunakan mekanisme hukum. Jangan cara ilegal dan kekerasan,” tuturnya. Menyikapi potensi ancaman ketertiban, Ketua KPU Juri Ardiantoro tak menampik bahwa momen pemilu rentan dengan hal itu. Namun, sebagai penyelenggara, pihaknya berupaya menjalankan hajat sebaik-baiknya. Salah satunya dengan menciptakan pilkada yang transparan. Tahapan hingga rekapitulasi akan dipublikasikan melalui aplikasi digital. “Untuk menghindari kecurigaan,” ujarnya. Kemendagri kemarin menggelar rakor pemantapan pilkada 2017. Dalam forum tersebut, semua stakeholder yang berkepentingan dengan hajat pilkada diundang. Mulai penyelenggara, aparat keamanan, hingga perwakilan 101 daerah. Sementara pemerintah dan penyelenggara pilkada masih memiliki pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam dua pekan ke depan. Dari semua aspek persiapan, persoalan data pemilih dan pencairan anggaran belum sepenuhnya klir. Ketua KPU Juri Ardiantoro menyatakan, hingga kemarin (31/1), data pemilih masih menjadi ganjalan. Khususnya terhadap warga yang terkendala syarat administrasi. “Ada orang yang nyatanya ada, tapi tidak ada dalam database kependudukan. Ada kategori yang gak punya e-KTP dan identitas kependudukan, tapi orangnya ada,” terangnya di sela-sela rapat koordinasi (rakor) pemantapan pilkada 2017 di Jakarta kemarin. Terkait pencairan anggaran, Komisioner KPU Arief Budiman mengatakan, angka yang belum dicairkan masih cukup besar. Berdasar catatannya, masih ada sekitar Rp600 miliar yang tak kunjung dicairkan. Angka tersebut merupakan akumulasi dana yang dijadwalkan cair 2017 dan dana yang semestinya cair 2016. “Yang Rp240 miliar memang dijadwalkan 2017. Sisanya merupakan anggaran yang seharusnya dilunasi tahun lalu,” ujarnya. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam rakor kemarin langsung memerintah daerah yang menunggak pencairan segera melunasi dengan menyelesaikan proses administrasi. Sebab, komitmen penganggaran sudah tertuang dalam naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). Mantan sekretaris jenderal PDIP itu optimistis dalam waktu dua pekan ke depan anggaran bisa segera dilunasi. ”Prinsipnya sudah cukup tercukupi,” ucapnya. (far/syn/c9/fat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: