MQK Jaga Tradisi Pesantren

MQK Jaga Tradisi Pesantren

MAJALENGKA - Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) atau lomba membaca kitab kuning tingkat Kabupaten Majalengka ke-3 tahun 2017, dibuka di Pondok Pesantren Al Madani Desa Cikalong Kecamatan Sukahaji, Selasa (31/1). Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Majalengka, Cece Hidayat mengatakan, MQK merupakan ajang silaturrahim akademik antarpondok pesantren, antarsantri, dan antarulama. Cece memberikan apresiasi atas kiprah dan peran ulama yang ikhlas membangun karakter umat, menjaga akidah umat, dan membangun bangsa. MQK bertujuan mendorong kemampuan santri menggali kitab kuning, meningkatkan kecintaan dan gairah santri terhadap kitab rujukan keilmuan Islam yang berbahasa Arab. Sehingga eksistensinya terjaga di masyarakat. MQK juga meningkatkan peran lembaga pendidikan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, dalam mencetak kader ulama dan tokoh masyarakat masa depan. “Warga pesantren menempatkan kitab kuning sebagai acuan utama dalam kehidupan sehari-hari. Terutama yang menyangkut masalah hukum ibadah atau ritual, akhlak atau perilaku, dan muamalah atau hubungan sosial. Lomba ini juga bagian dari menjaga tradisi pesantren,” tandasnya. Cece menegaskan, pondok pesantren bukan sarang terorisme dan radikalisme. Justru pondok pesantren dengan para ulama dan santrinya yang meredam dan menangkal terorisme dan radikalisme di masyarakat. “Semakain banyak pesantren maka akan semakin aman. Coba kita bangun pesantren di setiap desa, saya siap membantu kegiatan dalam peningkatan keagamaan di Majalengka,” tandas Cece. Ulama dan pesantren memiliki kiprah yang luar biasa untuk masyarakat. Namun kiprah ulama memang tidak berwujud seperti pembangunan yang lainnya. Pembangunan ulama bisa dirasakan, namun tidak terlihat secara kasat mata. “Masyarakat ramah, memiliki akhlak yang mulia dan suasana yang kondusif. Itulah hasil kerja nyata para ulama,” imbuh Cece. Cece juga mengingatkan santri akan gencarnya budaya barat. Menurutnya, kemajuan yang ada bukan untuk ditolak melainkan digunakan untuk kemajuan umat. “Seorang santri harus memiliki tangan terampil, otak cerdas, namun hati yang lembut. Santri selain menguasai ilmu agama tapi harus menguasai ilmu umum,” pungkasnya. (ara)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: