Dipuji Orang Jepang,  Katura Pertahankan Karya Batik Trusmi Lebih dari Setengah Abad

Dipuji Orang Jepang,  Katura Pertahankan Karya Batik Trusmi Lebih dari Setengah Abad

CIREBON - Dua kali surat untuk mengambil hak cipta dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM tak direspons oleh Katura (65), maestro perajin batik asal Trusmi. Padahal, lima motif batik hasil kreasinya layak untuk mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI). Usia Katura sudah tak muda lagi. Untuk itulah dia terus melakukan transfer ilmu kepada generasi muda. Puluhan pelajar hilir mudik untuk belajar batik di sanggarnya. Batik karya Katura memang dikenal. Warga Jepang pun memujinya dan hingga kini setia menjadi pelanggan batik buatan Katura. Sudah setengah abad lebih Katura menjadi perajin batik Trusmi. Suaranya sekarang agak parau dan terbata-bata. Tapi candaanya masih segar. Seperti saat ditanya mengapa dia tidak mengambil hak paten dari Dirjen HAKI untuk lima motif batiknya. Bagi Katura, hak cipta sudah bukan prioritas. Itulah kenapa dirinya tidak galau ketika ada negara lain yang mengklaim batik, atau pun ada pengusaha batik yang meraup untung dengan motif-motif hasil kreasinya. Dulu memang dia sendiri yang mengusulkan motif-motif batik kreasinya ke Dirjen HAKI. Atas dasar program dari pemerintah untuk melindungi hak-hak kekayaan intelektual. \"Saya iseng kirim beberapa motif batik, ternyata ada lima motif yang dapat HAKI. Ada undangan disuruh mengambil ke Jakarta, tapi tidak saya respons,\" ujarnya. Dia punya alasan. Batik, menurutnya, sudah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia. Sebagai warisan, perlu dilesatrikan. Inilah yang membuatnya tak memerlukan lagi hak cipta. Ia ingin warga menikmati batik sebagai warisan budaya dunia. \"Ya wis bareng-bareng saja, semua orang bikin batik, siapa pun bisa menikmati warisan batik,\" tandas Katura. Dia mengibaratkan orang tua yang punya warisan untuk sepuluh orang anak. Harus kebagian semua. Sama halnya dengan batik yang sudah menjadi warisan masyarakat zaman dulu secara turun temurun, semua juga harus menikmati warisan ini. \"Ya ini (batik, red) sudah jadi milik masyarakat, mari sama-sama melesatrikan,\" tukas Katura. Hanya saja dia memberikan catatan. Perlu ada sportifitas dari para pelaku usaha, terutama yang menggunakan batik cap dan batik print. Kedua jenis batik itu justru tidak masuk dalam kategori UNESCO sebagai warisan budaya. Karena kedua cara membatik itu termasuk kategori produk kain tekstil bermotif batik. \"Dan ini harus sportif yang batik bikin print dan cap harus ditulis di setiap lembar batik. Sekarang semua orang pengennya untung yang banyak, tapi ora ngerasani (tidak mau merasakannya, red),\" ungkapnya. Batik hasil karya Katura memang dikenal dan diakui banyak orang, termasuk dari Jepang. Empat bulan sekali dia mendapatkan order dari negara sakura itu. Banyak perajin yang membatik, namun setiap orang memiliki cara dan sentuhan sendiri-sendiri. Hasil karya Katura ini dipuji oleh Jepang karena sangat detail dan bermutu tinggi. “Boleh saja orang batik sama motifnya, cuma beda. Dari sini kelihatan mutu cantingnya,\" ungkapnya lagi. Bagi warga Trusmi, membatik memang sudah menjadi salah satu sumber penghidupan. Itu tak lepas dari sejarah panjang yang erat kaitanya dengan keraton. Boleh dikatakan tidak ada para perajin yang memiliki kekayaan. Tapi dengan batik itu, masyarakat Trusmi bisa bertahan hidup. Itulah keberkahan hidup bagi warga Trusmi hingga kini. Sesuai dengan istilahnya batik artinya bati sitik atau untungnya sedikit tapi berkah. Showroom batiknya boleh mewah. Tapi ini harus diteliti dan membedakan mana yang pedagang mana yang perajinnya. \"Kalau saya perajin, yang jual showroom. Sama halnya dengan pedagang beras di Cipinang dan petani beras, yang kaya ya pedagangnya. Batik juga begitu. Kalau mau jadi kaya ya silakan berdagang, kalau pembatiknya ya itu berkahnya,\" jelasnya. Dijelaskan, ada dua motif batik yang berkembang di Jawa. Yakni motif Pesisir dan Keraton. Tradisi membatik memang diwarisi oleh warga Jawa yang berada di pesisir dan keraton. Bedanya kalau pesisir lebih bermotif flora dan fauna. Sementara keraton punya motif khas keratonan. Membatik sendiri berkembang dari mulai Batik Madura, Solo, Pekalongan, Jogja dan Cirebon. Dan Cirebon yang paling kaya khasanah motif batiknya. Katura mencatat ada sekitar 420 motif batik pesisir dan 30 lebih batik keratonan di Cirebon. Sepert motif Paksi Nagaliman, Singabarong, Taman Arum, Goa Sunyaragi dan lainnya. \"Saya selain mempertahankan motifnya, juga mutunya,\" ujar pria yang sudah setengah abad lebih menekuni batik tulis itu. (jamal)   JAMAL SUTEJA/RADAR CIREBON WARISAN DUNIA: Katura memperlihatkan motif batik yang sudah mendapatkan hak cipta namun tidak diambil olehnya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: