F-PKS Gelar Diskusi Pancasila
JAKARTA- Peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang jatuh pada 1 Oktober harus menjadi momentum perubahan partai politik (parpol). Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie menilai, sudah saatnya bagi parpol untuk bisa berkontribusi menyebarkan nilai-nilai Pancasila. \"Membicarakan Pancasila, harus diprakarsai parpol,\" ujar Jimly dalam diskusi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa yang digelar F-PKS di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (1/10). Menurut Jimly, sistem norma yang ada dalam pandangannya saat ini mengalami kegalauan. Agama secara formalistik dijalankan namun nilainya tidak dipraktikkan di kehidupan sehari-hari. Keberadaan Pancasila menjadi dibutuhkan karena nilai keberagaman yang dimiliki. \"Kalau Pancasila dipahami sebagai ideologi terbuka, nilainya tidak akan selesai dipraktikkan,\" ujar Jimly. Posisi Pancasila, ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, harus dipraktikkan oleh pemangku kepentingan. Menurut dia, Pancasila sebisa mungkin harus menjadi sarana review setiap lembaga kenegaraan. \"Semua pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif harus mencontohkan perilaku Pancasila,\" ujarnya. Adanya usulan MPR terkait perlunya lembaga khusus yang menangani Pancasila, Jimly mengaku setuju. Namun, lembaga itu jangan seperti BP7. Pancasila jangan dilakukan dengan cara indoktrinasi. Lembaga yang baru itu harus menjadi pengawas pelaksanaan Pancasila di setiap lembaga negara dan pemerintahan. \"Harus ada mekanisme pengawasan, bahwa kebijakan tidak bertentangan dengan norma yang lebih tinggi,\" ujarnya. Dalam pola uji materi pengadilan konstitusi, Jimly menilai secara teknis Pancasila juga tidak bisa dipisahkan dari UUD. Pancasila ada dasarnya, sementara UUD adalah batang tubuh. \"Para hakim tidak hanya menilai Undang Undang berdasarkan kata-kata, tapi mempertimbangkan nilai Pancasila,\" tandasnya. Di tempat yang sama, Ketua DPR RI Marzuki Alie menilai, kepemimpinan yang harus muncul saat ini adalah mendasari karakter dan kiprah sesuai dengan norma-norma Pancasila. Pemimpin yang berwibawa yang dapat diterima oleh rakyatnya. \"Pemimpin harus sepi ing pamrih rame ing gawe. Pemimpin tidak memiliki pamrih untuk kepentingan diri dan golongan, tetapi memiliki semangat berkarya,\" ujar Marzuki. Dalam melihat permasalahan-permasalahan sosial politik dan kehidupan kenegaraan, Marzuki menilai semua itu tidak harus dilihat dalam kerangka hubungan dengan Pancasila dan UUD 1945. \"Sebaiknya dilihat kaitan-kaitan lainnya untuk dicarikan pemecahannnya,\" tandasnya. (bay)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: