Mega Curigai Dipo Alam

Mega Curigai Dipo Alam

Soal Data Kepala Daerah Bermasalah SEMARANG- Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ikut memprotes Sekkab Dipo Alam. Mega tidak mempersoalkan akurasi data kepala daerah bermasalah yang dibeber Dipo. Tetapi, lebih pada kecurigaan bahwa Dipo punya kepentingan politis di balik publikasi data tersebut. \"Saya melihatnya bukan masalah data dan sebagainya. Tapi, saya pertanyakan kewenangan yang bisa memberikan hal itu sebetulnya siapa ya? Kewenangannya itu ada di mana ya? Karena itu, sangat berbau politisasi,\" kata Mega setelah berpidato dalam acara Pemantapan Tiga Pilar Partai Se-Provinsi Jawa Tengah di Semarang, kemarin (1/10). Mega balik menuding kentalnya kesan tebang pilih dalam penegakan hukum kasus korupsi. Dia mengingatkan bahwa ranah hukum berbeda dengan politik. Dalam ranah hukum, unsur bukti yang harus dikedepankan. \"Sampai seorang (Seskab, Red) yang urgensinya tidak seharusnya memberikan keterangan seperti itu (merilis data, red). Padahal, ada yang bisa lebih memberikannya,\" ujar  presiden kelima RI itu. Saat berpidato di hadapan ribuan kader, Mega mengkritik keras penegakan hukum yang hanya \"berani\" terhadap kasus korupsi kecil yang nilainya beberapa miliar. Sebaliknya, terhadap kasus korupsi yang bernilai triliunan, prosesnya terkesan mandek. \"Paling yang \"M-M-an\" (miliar, red). Tapi, kasus yang besar sampai saat ini belum masuk ke pengadilan. Seperti Bank Century, kasus Hambalang,\" kata Megawati. Dengan nada bercanda, Megawati mengatakan, di tengah kencangnya tebang pilih pemberantasan korupsi, para kepala daerah yang berniat korupsi lebih baik tidak tanggung-tanggung. \"Bupati, wali kota, mbok ya kalau korupsi itu triliunan. Tapi, mana ada di APBD triliunan ya?\" seloroh Megawati, lantas tersenyum.\" Secara terpisah, politikus Golkar Zainal Bintang menilai parpol seharusnya tidak perlu kelabakan dengan rilis Dipo. Terlepas dari perdebatan posisi Dipo, kebobrokan perilaku kader memang perlu diberitakan kepada rakyat. \"Rakyatlah yang berkepentingan atas keberadaan parpol maupun kadernya sebagai pengelola negara, di legislatif atau eksekutif,\" ujar Zainal. Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Ormas MKGR itu menyatakan, parpol seharusnya berterima kasih kepada Dipo atas pernyataannya. Dia sangat menyesalkan sikap elite parpol yang reaktif dan menyerang balik Dipo dengan argumentasi soal etika. \"Faktanya kan banyak kader parpol yang korupsi. Bahkan, sudah banyak yang dijatuhi hukuman. Lalu apa yang salah?\" kata Zainal lagi. Sementara itu, Dipo Alam menyangkal bahwa keterangannya kental dengan muatan politik. Menurut dia, apa yang disampaikannya berkaitan dengan putusan uji materi Mahkamah Konstitusi terhadap UU Pemda. \"Tidak ada kaitannya kok dengan muatan politis,\" katanya kemarin. Karena itu, pihaknya menyurati para kepala daerah, pimpinan kementerian/lembaga, dan pejabat eselon I di jajaran pemerintahan agar ikut mengawal pembahasan APBN dan APBD. \"Supaya jangan ada kongkalikong. Data ini bukan untuk membuka aib orang. Tapi, mari kita sama-sama mengawal anggaran,\" ujar Dipo. Dia juga membantah bahwa keterangannya tersebut atas instruksi presiden. \"Ini murni saya sendiri yang tanggung jawab,\" tegas Dipo. Pria yang pernah menjabat deputi Menko Perekonomian itu juga menganggap wajar jika dalam data tersebut Golkar dan PDIP menempati posisi teratas. Alasannya, dua partai itu termasuk yang berhasil di pilkada sehingga menempatkan banyak kader sebagai kepala daerah. \"Jadi, wajar saja kalau mereka paling tinggi dari izin pemeriksaan kepala daerah yang dikeluarkan,\" katanya. Sebelumnya, Dipo merilis 176 izin pemeriksaan untuk kepala daerah yang dikelurkan Presiden SBY dalam rentang waktu Oktober 2004 hingga September 2012. Dari jumlah itu, 74,43 persen di antaranya terkait dengan kasus korupsi. Pejabat berlatar belakang parpol mendominasi dengan jumlah 92 persen. Lima yang terbanyak adalah Golkar (64 orang atau 36,36 persen), PDIP (32 orang atau 18,18 persen), Partai Demokrat (20 orang atau 11,36 persen), PPP (17 orang atau 3,97 persen), dan PKB (9 orang atau 5,11 persen). (pri/bay/fal/c2)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: