Bongkar Korupsi E-KTP Perlu Bukti Meteril, KPK Siapkan Tersangka Baru
JAKARTA- Gerak cepat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas skandal korupsi E-KTP tengah dinanti. Sebab dikhawatirkan nama-nama besar yang terseret pusaran mega korupsi berupaya menghilangkan bukti materil dan saksi kunci korupsi E-KTP. Mantan anggota Komisi III DPR Djoko Edhi Abdurahman menyatakan pengungkapan nama besar dalam dugaan korupsi e-KTP jika tanpa bukti materil bakal sia-sia. Sebab, bakal dengan mudah terbantahkan. “Tindak pidana korupsi adalah kejahatan tanpa korban, sama seperti narkoba, pelaku saling kenal dan sepakat melakukan kejahatan. Kalau cuma narasi, sulit dibuktikan,” ujarnya seperti di lansir Jawa Pos , kemarin (13/3). Djoko mengatakan, sejumlah nama besar, terutama anggota Komisi II periode 2009-2014 yang dikaitkan dengan mega korupsi e-KTP atau Kartau Tanda Penduduk elektronik itu sebenarnya bisa saja melaporkan KPK ke Bareskrim, Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) dan Ombudsman. “Karena tidak punya bukti, KPK menempuh kiat memperbanyak saksi untuk korupsi e-KTP, untuk kemudian mengubah kesaksian menjadi bukti materil,” jelasnya. Menurutnya, saksi dan berkas perkara yang terlalu banyak membuktikan bila KPK memiliki bukti materil yang minim. Total, ada 24.000 lembar berkas perkara dan 280 saksi yang diboyong penuntut umum KPK ke pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor). ”Padahal sidang tidak boleh lebih dari enam bulan,” ungkap mantan legislatif Fraksi PAN itu. Edhi mencontohkan kasus rekening gendut Jenderal Budi Gunawan saat menjabat Wakapolri 2015 lalu. Kala itu, kata dia, KPK hanya bernarasi. Minim bukti materil. “Materilnya tahun 2004, saya masih di Komisi III DPR dan membahas kasus ini dengan PPATK. Akun dan duitnya sudah tak ada ketika terbit sprindiknya Abraham Samad (Ketua KPK saat itu),” bebernya. Kondisi itu, kata dia, membuat upaya KPK menjerat Budi Gunawan dengan Pasal 170 KUHAP diterabas Hakim Sarpin di praperadilan. Pasal itu pun kini tidak bisa lagi menjadi tempat sembunyi penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU). Edhi pun khawatir ujung pengusutan kasus korupsi e-KTP berhenti di dua terdakwa saja. Yakni mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan anak buahnya Sugiharto. “Kalau (hanya) narasi yang mau digunakan, Ketua KPK dituduh Gamawan Fauzi terlibat karena dia (Agus Rahardjo) yang pimpin lelangnya (e-KTP 2011-2012),” terangnya. Aktivis Indonesia Legal Roundtable (ILR) Natosmal Oemar Erwin mengatakan, dakwaan korupsi e-KTP yang membeber sejumlah nama besar memang belum pasti sebuah final. Maka, perlu diuji di pengadilan untuk membuktikan kebenaran secara materil. “Soal bantahan itu hak setiap orang, namun dalam konteks proses praperadilan yang independen,” tuturnya. Sementara, Ketua KPK Agus Rahardjo memberikan sinyal bakal segera menetapkan tersangka baru dalam perkara korupsi berjamaah tersebut. Namun, Agus belum mau memberikan sedikit bocoran siapa calon tersangka itu. Dia hanya menyatakan penetapan tersangka baru hampir pasti dilakukan mengingat kerugian negara cukup besar dalam mega korupsi tersebut. “Sebentar lagi mungkin ada gelar (perkara baru), ada nambah orang (tersangka),” ujarnya di gedung KPK, kemarin (13/3). (tyo/bay/c19/agm)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: