GKR Hemas Ultimatum MA, OSO Mulai Ngantor di Ruangan Ketua DPD
JAKARTA – Konflik internal rebutan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) akhirnya menyeret Mahkamah Agung (MA). Pemicunya, sikap MA yang tetap melantik tiga pimpinan baru DPD saat belum ada titik temu dari kedua kubu yang bertikai. Senator DPD GKR Hemas mengultimatum MA untuk memberikan penjelasan terkait pencopotan dirinya sebagai salah satu wakil ketua DPD. Lebih khusus, ultimatum juga diarahkan kepada Wakil Ketua MA Suwardi yang melantik pimpinan DPD pada Selasa (4/4). “Kami minta dijelaskan, mengapa melakukan pengambilan sumpah yang bertentangan dengan putusan MA,” kata Hemas di kediamannya kemarin (5/4). Hemas menegaskan, sebagai pimpinan DPD dirinya tidak pernah menyatakan mundur apalagi dinyatakan masa tugasnya berakhir di sidang paripurna. Karena itu, tidak benar jika disebut terjadi kekosongan kursi pimpinan DPD yang menjadi dasar pemilihan pimpinan DPD oleh pimpinan sidang sementara. “Bagi saya, ini bukan soal kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan, tetapi karena politik harus tunduk pada hukum dan hukum harus tunduk pada hukum itu sendiri,” kata Hemas. Kembali pada Suwardi, Hemas mengultimatum wakil ketua MA bidang nonyudisial tersebut untuk memberikan penjelasan. Suwardi diberi waktu 1 x 24 jam atau hingga hari ini (6/4) untuk menjelaskan alasan pengambilan sumpah tersebut. “Demi menjaga keluhuran martabat dan kewibawaan MA, kami minta MA dengan segera membatalkan tindakan pengambilan sumpah tersebut,” tegasnya. Secara terpisah, Farouk Muhammad juga kecewa dengan pelantikan pimpinan baru DPD. Dia meyakini posisinya selaku wakil ketua DPD masih sah hingga 2019 setelah menjalani sumpah jabatan oleh ketua MA pada 2014. Meski dipersoalkan pada 2016, putusan MA menguatkan posisinya sebagai pimpinan DPD secara hukum hingga 2019. “Di satu pihak, kami masih mengemban itu. Secara hukum, kami masih sebagai pimpinan DPD. Tapi, ada lagi pimpinan DPD yang lain. Berarti ada dua kepemimpinan DPD sekarang,” ujar Farouk setelah menghadiri pembukaan Seminar Nasional Nahdlatul Wathan untuk Indonesia, kemarin (5/4). Senator asal NTB itu menilai sikap MA patut dipertanyakan. Sebab, tentu MA tidak bisa mengingkari keputusan yang telah dibuat. “Kalau MA saja sudah tunjukkan praktik perilaku seperti itu, ke mana lagi bangsa ini akan mengharapkan keadilan,” jelas guru besar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu. Pada bagian lain, Ketua (baru) DPD Oesman Sapta Odang (OSO) kemarin mulai menghuni ruang ketua DPD di lantai 8 Gedung Nusantara III, kompleks parlemen. Ruangan yang terakhir dihuni mantan Ketua DPD M Soleh itu secara simbolis telah diserahkan saat proses pelantikan pimpinan DPD oleh MA. “Saya sudah masuk kantor tadi,” kata OSO. Menurut OSO, dirinya belum berkomunikasi dengan Hemas maupun Farouk terkait pergantian pimpinan DPD. OSO memastikan dirinya tidak ingin berdebat dengan pihak-pihak yang ingin mempertahankan kekuasaan. “Kalau negarawan, sangat mudah menyentuhnya. Kalau tidak, ya sulit,” ujar OSO. Sekretaris Jenderal DPD Sudarsono Hardjosoekarto menyatakan, dari pimpinan DPD yang lama, baru M Saleh yang mengembalikan mobil dinas, rumah dinas, serta fasilitas kantor. Hemas dan Farouk selaku wakil ketua DPD belum melakukan komunikasi dengan Setjen DPD soal pengembalian fasilitas pimpinan DPD. (bay/jun/JPG)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: