3 Personel PPHP Mundur, Penilaian Proyek DAK Mandek

3 Personel PPHP Mundur, Penilaian Proyek DAK Mandek

  CIREBON – Penilaian hasil pekerjaan dana alokasi khusus (DAK) terhenti. Panitia Penilai Hasil Pekerjaan (PPHP) ini tak bisa melanjutkan kinerjanya, karena tiga personelnya mengundurkan diri. Diduga, personel berjuluk Pandawa Lima ini khawatir dengan risiko hukum yang dihadapi. Apalagi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turun langsung untuk melakukan verifikasi. Kendati demikian, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR), Ir Yudi Wahono DESS membantah informasi ini. Menurut dia, PPHP maupun BPK punya peran sendiri-sendiri. Meski sama-sama menilai hasil pekerjaan, tapi ada perbedaan tupoksi. “Hasil audit BPK rujukan kita untuk pembayaran. Kalau PPHP yang menerima hasil pekerjaan, dua-duanya punya tupoksi sendiri,” ujar Yudi. Pengunduran diri tiga personel PPHP ini berimbas pada tertundanya pembayaran pekerjaan DAK. Sementara DPUPR belum menentukan langkah lanjutan. Termasuk merumuskan tim pengganti. Kehadiran BPK pada awal April ini, memang sudah diketahui informasinya oleh beberapa pihak. Termasuk DPUPR sendiri. Bahkan, Yudi meminta segera dilakukan audit. Tujuannya, agar dapat diketahui langkah selanjutnya terkait pembayaran pekerjaan. “Kalau sudah dibayarkan, akan ada masa pemeliharaan. Jadi yang sudah rusak-rusak itu bisa diperbaiki,” katanya. Selama enam bulan masa pemeliharaan, kata dia, berlangsung selama enam bulan. Yudi mencontohkan pengaspalan di Jalan Cipto. Lantaran hujan turun tiap hari, aspal hotmix yang baru jadi terkelupas. Kemudian pengaspalan di Jl Perjuangan yang kembali berlubang karena banyak genangan air. Walikota Cirebon, Drs Nasrudin Azis SH berpesan tim PPHP untuk bekerja detil dan tegas. Artinya, saat pengukuran lapangan bersama kontraktor, bila ditemukan persoalan dan tidak sesuai spek, catat apa adanya. “Prinsipnya jangan sampai ada kerugian negara,” tegasnya. Sementara itu, salah seorang anggota PPHP yang mengundurkan diri, Suana mengaku, beban yang dipikulnya terlalu berat. Dia mengaku, hanya bertugas satu pekan dan memutuskan mengundurkan diri. “Saya ini pengalaman jadi PPHP banyak proyek. Tapi untuk yang ini saya nggak sanggup,” tuturnya. Selain beban mental, sambung dia, di lapangan banyak masalah dalam pengukuran. Terutama ketersediaan alat yang memadai. Meski tidak menyebut detil alat yang dimaksud, Suana mengilustrasikan pengukuran spesifikasi jalan beton. Alat yang dimiliki DPUPR tidak bisa mengukur secara otomatis. Mesti ada penghitungan ulang secara manual. “Alatnya kurang canggih. Saya juga kurang ahli dalam hitung-hitungan. Kalau ngukur pekerjaan biasa, saya mampu. Kalau ini saya nggak berani,” tutur dia. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: