15 Kukang Sitaan Jalani Habituasi di Gunung Ciremai
KUNINGAN - Sebanyak 15 satwa Kukang Jawa hasil sitaan penegak hukum menjalani proses habituasi atau penyesuaian lingkungan di Desa Seda, Kecamatan Mandirancan, Senin (8/5). Hal itu dilakukan menjelang pelepasliaran di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Proses habituasi ditangani langsung tim dari Yayasan International Animal Rescue (IAR) Indonesia didampingi petugas Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) di dua lokasi berbeda. Untuk sementara, primata bernama latin Nycticebus Javanicus tersebut menempati enam kandang jaring yang di dalamnya terdapat pepohonan Kaliandra. Sebanyak 15 individu Kukang itu merupakan hasil sitaan petugas Polres Majalengka, Polda Metro Jaya dan Mabes Polri pada Oktober 2016 lalu. Kukang-kukang itu telah menjalani masa rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Primata Yayasan IAR Indonesia di Bogor. \"Hari ini kukang-kukang ini menjalani translokasi ke kawasan Gunung Ciremai untuk menjalani masa habituasi selama beberapa hari ke depan untuk kemudian dilepasliarkan pada tanggal 11 Mei mendatang,\" ungkap Supervisor Survei Release Yayasan IAR Indonesia Hilmi Mubarok kepada Radar Kuningan di lokasi Habituasi. Hilmi menjelaskan, alasan dipilihnya kawasan TNGC sebagai lokasi pelepasliaran nanti karena memang Gunung Ciremai merupakan habitat asli Kukang-kukang tersebut. Selain itu potensi pakan alami berupa serangga sangat banyak, sehingga sangat cocok untuk perkembangan Kukang. \"Salah satu alasan kandang jaring untuk kukang berada di kawasan hutan yang banyak ditumbuhi kaliandra, karena menghasilkan bunga yang dapat menarik serangga. Selain itu madu yang dihasilkan dari bunganya juga disukai satwa kukang ini,\" ujar Hilmi. Patut diketahui, lanjut Hilmi, Kukang yang yang dikenal dengan nama lokal malu-malu atau muka ini merupakan primata nokturnal (aktif malam hari) yang dilindungi oleh Undang-Undang No 5 tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999. Saat ini kukang termasuk dalam Apendiks I oleh CITES (Convention International on Trade of Endangered Species) yang artinya dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. Ada tiga jenis kukang di Indonesia. Ketiganya adalah Kukang Jawa (Nycticebus javanicus), Kukang Sumatera (Nycticebus coucang) dan Kukang Kalimantan (Nycticebus menagensis). Berdasarkan data Redlist IUCN (International Union for Conservation of Nature), Kukang Jawa termasuk kategori kritis dan di antara 25 jenis primata yang paling terancam punah di dunia. Sedangkan Kukang Sumatera dan Kalimantan termasuk dalam kategori rentan punah. Hilmi melanjutkan, kukang memiliki peran penting di habitat sebagai penyeimbang ekosistem alam. Kukang merupakan predator pertama dalam rantai makanan yang membantu penyerbukan dan penyebaran tumbuhan di alam serta mengendalikan hama serangga yang berpotensi menyerang tanaman produktif masyarakat atau tumbuhan hutan itu sendiri. \"Namun, saat ini kukang terancam punah akibat kerusakan habitat, perburuan dan perdagangan untuk pemeliharaan. Padahal kukang ini sangat bermanfaat bagi para petani sebagai pemakan hama,\" kata Hilmi lagi. Sementara itu, Petugas TNGC Bidang Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Silvia Lucianti mengapresiasi upaya habituasi dan rencana pelepasliaran satwa kukang di kawasan Gunung Ciremai. Menurut dia, upaya ini praktis berkontribusi dalam hal mempertahankan populasi kukang di kawasan Gunung Ciremai yang diakuinya saat ini masih kurang mendapat perhatian khusus. \"Selama ini kami baru fokus menangani tiga populasi spesies kunci TNGC yaitu Elang Jawa, macan tutul dan Surili. Dengan adanya kegiatan ini menjadi kewajiban kami untuk menindaklanjuti melakukan kajian dan penelitian lebih lanjut terhadap satwa kukang di TNGC ke depannya,\" kata Silvi. (fik)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: