30 Kukang Sitaan Dilepas di Taman Nasional Gunung Ciremai

30 Kukang Sitaan Dilepas di Taman Nasional Gunung Ciremai

KUNINGAN - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Wilayah Jawa Barat berkolaborasi dengan Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Primata IAR Indonesia melepasliarkan 30 primata jenis kukang jawa (nycticebus javanicus) hasil sitaan di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), Kabupaten Kuningan, Kamis (11/5). Plt Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Bambang Hendroyono berkesempatan hadir dan melepasliarkan salah satu satwa nokturnal (aktif di malam hari) tersebut. Bambang juga memberi nama seeokor kukang yang dilahirkan salah satu induk kukang saat menjalani proses pemulihan dan perawatan di Pusat Rehabilitasi IAR Indonesia di kaki Gunung Salak, Bogor. Hadir dalam acara pelepasliaran Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) Padmo Wiyosi serta para Kepala Balai Taman Nasional se-Jawa dan Bali, perwakilan Polda Jabar dan Polres Majalengka serta Bupati Kuningan Acep Purnama. “Jumlah seluruh satwa primata kukang yang dilepasliarkan di TNGC sebanyak 30 ekor hasil sitaan aparat penegak hukum, setelah menjalani masa rehabilitasi kemudian dilepasliarkan di TNGC ini dalam dua tahap,” ungkap Bambang. Dijelaskan Bambang, 15 ekor kukang pertama telah dilepasliarkan pada akhir bulan April lalu. “Sekarang kita lepasliarkan kembali 15 sisanya, termasuk satu ekor anak kukang yang baru berusia 1 bulan yang belum diketahui jenis kelaminnya dan saya beri nama Mars sebagai simbol semangat pelestarian lingkungan,\" kata Bambang. Dijelaskan Bambang, kukang korban perdagangan itu sebelumnya telah dipindahkan dari Pusat Rehabilitasi ke kawasan habituasi di Taman Nasional Gunung Ciremai secara bertahap sejak 19 April 2017. Mereka dibiarkan beradaptasi terlebih dahulu dengan lingkungan alam sebelum akhirnya dilepasliarkan ke habitat. Dokter Hewan IAR Indonesia, drh Wendi Prameswari, mengatakan bahwa kondisi kukang saat awal penyelamatan tampak mengkhawatirkan karena ditumpuk dalam kandang buah yang sempit oleh pedagang. “Namun, perilaku kukang masih cukup liar. Giginya masih utuh karena belum sampai ke tangan pemelihara sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk pemulihan di pusat rehabilitasi hingga waktu pelepasliarannya,” ujar drh Wendi Prameswari. Wendi menambahkan, meskipun umumnya kukang yang disita dari perdagangan itu masih dalam kondisi liar, tetap saja memerlukan tenaga dan biaya besar untuk kembali memerdekakan mereka. Menurutnya, bukanlah hal mudah ‘memulangkan’ kembali kukang yang telah diambil paksa oleh pemburu dari habitat asalnya. \"Proses pelepasliaran kukang kembali ke habitat harus sesuai prosedur yang telah ditetapkan baik secara nasional dan internasional,” tambahnya. (fik)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: