DPRD Beda Pendapat Sikapi Kenaikan PBB

DPRD Beda Pendapat Sikapi Kenaikan PBB

MAJALENGKA – Beberapa elemen masyarakat mendesak legislatif menyikapi kenaikan nilai jual objek pajak (NJOP), yang menyebabkan kenaikan nilai pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) tahun 2017. Internal DPRD Kabupaten Majalengka ternyata berbeda pendapat menyikapi tuntutan tersebut. Namun secara garis besar secara lembaga, DPRD menyayangkan kenaikan NJOP yang dirasa memberatkan masyarakat. Meski demikian, masyarakat diimbau tidak memboikot pembayaran PBB. Jika merasa keberatan atas kebijakan tersebut, diarahkan untuk membuat permohonan keberatan pada pemkab dan DPRD siap mengawal upaya tersebut. Saat menerima unjuk rasa sejumlah elemen mahasiswa Jumat (12/5), Ketua DPRD Tarsono D Mardiana SSos mengatakan, lembaganya saat ini melanjutkan proses pembahasan perubahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Nomor 2 Tahun 2012 tentang PBB perdesaan dan perkotaan. Terkait regulasi yang menentukan besaran NJOP, pihaknya menyadari jika hal tersebut merupakan kuasa penuh bupati sebagai kepala daerah seperti yang diamanatkan undang-undang. Namun pihaknya bisa menyiasati dengan menetapkan ambang minimal kepemilikan aset yang tidak kena pajak. “Garis besarnya pada pasal yang mengatur ambang minimal kepemilikan aset yang dapat kompensasi tidak kena pajak, atau bahasa resminya NJOP TKP. Jadi ada batasan minimal berapa aset mayarakat miskin yang tidak bisa dikenakan sebagai wajib pajak PBB,” ungkapnya. Dia menjelaskan, dalam Perda 2/2012, NJOP TKP yang ditentukan adalah aset dengan kepemilikan maksimal NJOP Rp10 juta. Pihaknya berencana mendorong agar NJOP TKP tersebut bisa dinaikkan di angka yang lebih riil. Dengan pertimbangan batasan angka kepemilikan aset masyarakat miskin. “Ancang-ancangnya kita akan mendorong NJOP TKP di angka Rp50-60 juta. Tapi tentu itu harus pakai kajian juga, karena mungkin kepemilikan aset masyarakat miskin yang menjadi kebutuhan dasar seperti tempat tinggal dan sawah atau kebun tempat usaha. Jadi kalau ini gol, maka masyarakat miskin yang asetnya dibawah NJOP TKP tersebut bisa bebas pajak,” ujarnya. Sementara Ketua Komisi I Dede Aif Musofa SH menilai langkah yang paling penting dilakukan saat ini, adalah mendorong hak angket DPRD menyikapi kenaikan NJOP. Hal itu penting mengingat dirinya melihat ada kekeliruan prosedur yang diambil Pemkab, saat menetapkan Keputusan Bupati Nomor 973/KEP.306-DPKAD/2016 tentang NJOP 2017. Dalam pengguliran hak angket, pihaknya berkoordinasi dengan lintas fraksi untuk menggalang dukungan. Dia optimis bakal terjalin kesepakatan di tubuh DPRD untuk menggulirkan hak angket ini. Sehingga secara lembaga, DPRD punya kewenangan menyelidiki lebih jauh mengenai kebijakan tersebut. “Saya berpendapat untuk melanjutkan pembahasan raperda tentang perubahan Perda PBB saat ini, harus diluruskan dulu aturan yang sudah ada. Dalam hal ini harus kita selidiki aspek legalitas hukum keputusan bupatinya. Makanya saya lebih sepakat menggulirkan hak angket di DPRD,” imbuhnya. (azs) a

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: