Nasib Cheng Ho Berubah setelah Ditangkap dan Dikebiri
Kunyang merupakan salah satu kawasan di Tiongkok yang paling nyaman ditinggali. Alamnya indah, cuacanya sejuk, dan dekat dengan salah satu danau terluas di dunia, Danau Dianchi. Di kawasan inilah tujuh abad silam peristiwa yang mengubah jalan hidup Cheng Ho terjadi. Dia ditangkap tentara Dinasti Ming. Laporan: KARDONO S dan BOY SLAMET dari Kunyang, Yunnan Ya, pada 1381 terjadi penyerbuan oleh tentara Dinasti Ming terhadap penguasa Dinasti Yuan. Ayah Cheng Ho, Ma Hazhi (Haji Muhammad) yang menjadi pejabat pemerintah Dinasti Yuan di Kunyang, menjadi pihak yang kalah. Pembersihan terhadap tentara dan pengikut Dinasti Yuan terus dilakukan. “Pasukan Ming terus mencari tentara Yuan yang bersembunyi atau orang-orang yang membantu tentara Yuan,” kata Yang Liyun, staf pengelola Taman Nasional Cheng Ho. Dalam literatur Mandarin yang dimiliki Yang, Cheng Ho ditangkap tentara Ming pada 1381. Caranya pun luar biasa. “Zheng He (Cheng Ho) sejak kecil sudah sangat berani,” papar Yang. Ketika itu, jenderal Ming yang bernama Fu Youde yang memimpin pasukan untuk mencari tentara Yuan berpapasan dengan Cheng Ho kecil di pinggir jalan. Iseng, Jenderal Fu bertanya: “Kamu tahu tempat sembunyi orang Mongol atau pengikutnya?” Cara menjawab dan jawaban Cheng Ho membikin Jenderal Fu keki. “Cari di danau sana. Mereka pada nyemplung ke sana,” ujarnya. Marah, Jenderal Fu langsung memerintah tentaranya untuk menangkap Cheng Ho kecil. Pada titik itulah nasib Cheng Ho berubah. “Dia mengalami penderitaan yang berat,” ungkap Yang. Sebab, pada masa itu, tentara Ming di Yunnan memberlakukan dua hal. Yakni, membunuh seluruh pria dewasa yang menjadi prajurit dan mengebiri anak laki-laki untuk dijadikan kasim. Pada usia 10 tahun, kelamin Cheng Ho dipotong. Konon, dia menaruh potongan “pao”-nya itu di dalam sebuah peti kecil khusus dan selalu membawanya ke mana-mana. Dia percaya bahwa dirinya harus menjadi orang besar, memberi budi besar, dan kemudian mati sebagai orang baik. “Dia percaya, di akhirat nanti, dengan pahala yang dibawanya, dia dapat kembali menjadi seorang pria normal,” kata pakar Cheng Ho asal Inggris, Gavin Menzies, dalam bukunya, 1421: Ketika China Menemukan Dunia. Namun, takdir membawanya ke tempat yang lebih baik. Alih-alih ditempatkan di Istana Raja Yu Zhuanzang, Cheng Ho ditempatkan di istana putra Yu, Zhu Di. Saat itu Zhu Di berusia 21 tahun. “Ini penting karena ada perbedaan antara Kaisar Yu dan Pangeran Zhu dalam memperlakukan hambanya,” kata Yang. Kaisar Yu yang berjuluk Kaisar Hong Wu lebih suka membuat kasim-kasimnya terbelakang, buta huruf, serta tidak berpendidikan. Hal itu berbeda dengan kebijakan Zhu Di. Sang pangeran sangat memperhatikan kasim-kasimnya. Tidak hanya menyekolahkan, dia memantau bakat masing-masing kasim, kemudian menyuruh mereka mengembangkannya. Semua kasim yang diangkut dari seluruh Tiongkok, termasuk Cheng Ho, dibawa ke Nanjing. Di ibu kota Tiongkok yang telah dibangun Dinasti Wu pada 456 SM itulah semua administrasi pemerintahan dilakukan. Termasuk penyortiran kasim. Istana itu terus digunakan hingga zaman Tiongkok modern. Termasuk menjadi pusat perlawanan terhadap Jepang yang dikobarkan pahlawan Tiongkok dr Sun Yat Sen. Karena itu, bangunan tersebut mengalami beberapa kali modernisasi. Di tempat tersebut, bakat dan kemampuan Cheng Ho langsung terlihat. Bentuk fisiknya memang sudah mencuri perhatian. Ketika dewasa, penggambaran fisik Cheng Ho seperti ini; tubuhnya setinggi lebih dari 2 meter, pinggangnya sebesar pohon, suaranya memekakkan telinga seperti bel, hidungnya kecil, dan tatapannya tajam. Berat badannya mencapai 100 kg dengan langkah seperti “harimau”. Yang dimaksud Gavin Menzies seperti harimau itu, mungkin meski tubuhnya besar, gerakannya sangat gesit. Selain fisiknya, Cheng Ho terlihat menonjol dalam kelas seni perang dan diplomasi. Itulah yang membuat Zhu Di merasa suka sehingga menjadikannya orang kepercayaan. Mulai saat itu, Cheng Ho dan Zhu Di menjadi sahabat karib dan saling memercayai hingga ajal mereka tiba. Duet mereka menjadikan Tiongkok sebagai pemain global paling top saat itu. Majalah Life pun menempatkan Cheng Ho sebagai orang paling berpengaruh nomor 14 sepanjang masa. CIKAL BAKAL IBU KOTA BEIJING Membicarakan Cheng Ho tak boleh melupakan nama Kaisar Zhu Di. Berkat sokongannyalah Cheng Ho bisa menjadi besar dan banyak berbuat. Zhu Di sangat memercayainya dan Cheng Ho membalasnya dengan baik. Begitu berkuasa, Kaisar Yu Zhianzang menempatkan Zhu Di di wilayah Beiping (cikal bakal Beijing). Itu merupakan pertaruhan besar. Sebab, saat itu Beiping merupakan daerah perbatasan kerajaan dengan banyak kawasan yang dihuni suku-suku liar. Kira-kira mirip kawasan perbatasan Afghanistan dan Pakistan yang dikuasai banyak milisi. Sulitnya situasi sering membuat seseorang memikirkan kompetensi, bukan nepotisme. Itulah yang terjadi pada Zhu Di. Menjadi pangeran di daerah perbatasan, dia selalu berada dalam bahaya yang konstan. Bukan sekadar suku-suku, tapi juga bahaya penyerbuan dari Timurlenk, si penguasa Bukhara yang terkenal dan berniat menuntut balas setelah Dinasti Yuan menghancurkan kerajaannya dulu. Di sini Zhu Di menggunakan semua sumber dayanya yang terbatas dengan baik. Jika seseorang menjadi jenderal di lingkaran kekuasaannya, dia berarti memang orang yang cakap. Itulah yang kemudian membuat bakat Cheng Ho langsung terlihat. “Zhu Di tak langsung memercayainya. Tapi, setelah beberapa kali Cheng Ho mengatasi banyak suku liar, baik dengan peperangan maupun negosiasi, Zhu Di pun menghargainya,” jelas Yang Liyun. Itulah bekal berharga yang membuat Zhu Di bisa bertahan dan kemudian menjadi kaisar. Sebelumnya, Kaisar Yu sempat paranoid. Dia memerintahkan pembunuhan terhadap anak-anaknya sendiri, termasuk Zhu Di. Setelah menjadi kaisar, Zhu Di memilih memindahkan ibu kota dari Nanjing ke Beijing. Itulah yang kemudian menjadi salah satu proyek pembangunan terbesar dan ambisius dalam sejarah Tiongkok. Namun, hasilnya masih bisa dinikmati sampai sekarang. Yakni, membuat benteng, kompleks istana, sekaligus kota mandiri yang bangunannya masih utuh sampai sekarang: Kota Terlarang. Sebuah ibu kota yang tetap dimanfaatkan hingga Tiongkok modern sekarang. Selain itu, kebijakan politik luar negeri yang dicetuskan Zhu Di kelak menunjukkan bahwa saat itu Tiongkok merupakan salah satu negara superpower di dunia. Secara tidak langsung, Zhu Di juga termasuk salah satu kaisar Tiongkok yang membantu menyebarkan Islam ke seantero dunia lewat pengiriman ekspedisi seperti yang dimpimpin Laksamana Cheng Ho. (bersambung/ano/c5)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: