Soal Ribuan Siswa Buta Aksara, Disdik Kabupaten Cirebon Targetkan 2018 Tuntas

Soal Ribuan Siswa Buta Aksara, Disdik Kabupaten Cirebon Targetkan 2018 Tuntas

CIREBON – Kritik berbagai pihak atas banyaknya siswa SMP dan SD yang belum bisa membaca alias buta aksara, ditanggapi serius Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon. Berbagai upaya pun dilakukan, salah satunya dengan membuka klinik baca di setiap sekolah tingkat SD dan SMP. Alhasil, jumlah siswa yang buta aksara mengalami penurunan setiap tahunnya. Berdasarkan catatan Dinas Pendidikan, tahun 2015 ada 1.589 siswa SD dan 584 siswa SMP belum bisa membaca. Memasuki tahun 2016, jumlah siswa tidak bisa membaca mengalami penurunan. Untuk tingkat SD ada 1.303 siswa, sementara SMP ada 447 siswa. Terakhir, di pertengahan tahun 2017, siswa tidak bisa membaca tersisa 809 di tingkat SD, sementara SMP tersisa 149 siswa. \"Artinya, ada perkembangan signifikan. Bayangkan, dari tahun 2015 jumlah 1.589 siswa SD dan 584 siswa SMP belum bisa membaca sampai sekarang berkurangnya hampir 50 persen. Jadi, saya menargetkan tahun 2018 mendatang tidak akan ada siswa yang tidak bisa membaca,\" tegas Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon, Asdullah Anwar didampingi Ketua MKKS SMP Negeri, Didin Jaenudin saat berkunjung ke Kantor Radar Cirebon, Senin (29/5). Dia mengaku, bekerja sama dengan Universitas Gunung Jati (Unswagati) untuk klinik baca. Adapun pelaksanaan klinik baca bagi siswa yang belum bisa membaca, setelah pulang sekolah atau bahasa lainnya pengayaan atau jam tambahan belajar. \"Adanya klinik baca ini sangat efektif dan hasilnya pun memuaskan,\" terangnya. Menurutnya, ada delapan komponen yang dapat meningkatkan mutu pendidikan. Yakni kemampuan siswa, minat dan bakat siswa. Kemudian disiplin guru, latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar guru, dan kondisi sosial ekonomi guru. Termasuk komponen sarana dan prasana di masing-masing sekolah. Yang terakhir adalah kurikulum dan supervisi. “Supervisi ini adalah kepala sekolah harus melihat guru itu mengajar dan melihat beberapa persoalan yang ada di kelas. Artinya, kepala sekolah harus mengetahui hal itu. Karena efektif tidaknya pembelajaran siswa di kelas, tergantung dari kepemimpinan kepala sekolah dan pengawas. Saya juga termasuk supervisi, karena saya sering kali turun ke lapangan untuk mengontrol kondisi yang ada,” terangnya. Asdullah berharap, ke depan guru, kepala sekolah dan UPT harus mengevaluasi siswa selama tiga bulan sekali, untuk melihat sejauh mana perkembangan peserta didik. Tujuannya, agar anak didik dari Cirebon menjadi orang yang hebat dan menguasai dunia. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: