Berebut Raudhah, Fokus di Masjid Nabawi
Selama Ramadan, Radar Cirebon memberangkatkan 2 wartawannya untuk umrah dan melakukan liputan suasana Ramadan di dua kota suci, Makkah dan Madinah. Wartawan Rakyat Cirebon Pai Supardi untuk umrah dan liputan awal Ramadan. Kemudian, akan dilanjutkan wartawan Radar Cirebon Deni Hamdani hingga lebaran di tanah suci. Berikut Catatan Pai Supardi ===================== PERJALANAN ke Tanah Suci merupakan pengalaman pertama bagi penulis. Ada ketegangan. Persiapan pun berbeda dengan jamaah umrah Salam Tour lainnya yang kebanyakan sudah 4 bahkan 6 kali umrah. Tapi semangat kekeluargaan di semua jamaah, sehingga tidak ada jarak antara jamaah yang sudah biasa atau yang baru pertama umrah. Di hari pertama banyak jamaah yang kelelahan dan memilih tidur, termasuk saya. Tapi karna tak ingin kehilangan berkah, saya bersama dua rekan satu kamar membuat siasat agar sejumlah ibadah tetap terjaga. Saya sengaja tidur dan bangun sekitar pukul 01.00 dini hari dan segera santap sahur. Sekitar 30 menit menghabiskan sahur, kami langsung bergegas ke Masjid Nabawi untuk Salat Isya dan Tarawih yang tidak sempat dilaksanakan karena kecapean. Cara kami ternyata berhasil. Kami bertiga bisa duduk di shaf depan hanya sekitar 3 shaf dari imam dan hanya berjarak beberapa meter dari raudhah, tempat di Masjid Nabawi yang paling mustajab untuk berdoa. Karena tempat itu merupakan tempat turunnya rahmat dan tempat salat serta berdoanya Rasulullah SAW. Saya sendiri sengaja tidak banyak mengikuti kegiatan bersama rombongan Salam Tour seperti berkunjung ke area pemakaman Baki, yakni kompleks pemakaman para syuhada Islam yang terletak di sebelah selatan Masjid Nabawi. Saya lebih memilih menghabiskan waktu di Masjid Nabawi dan berkunjung ke makam Rasulullah yang ada di dalam kompleks masjid. Di masjid itu pula saya bertemu Jaenal Abidin, warga Purwakarta. Dia bertugas sebagai mushaf, yakni bertugas membersihkan dan merapikan Alquran. Dia mengaku diberi upah sekitar 500 real atau setara dengan Rp1,9 juta. Dia mengatakan ada sekitar 50 pekerja asal Indonesia, termasuk dirinya. Para pekerja indonesia itu terbagi dalam beberapa divisi. Jaenal Abidin sendiri sudah 9 tahun bekerja, dan baru 2 kali pulang ke Indonesia. \"Ada dua kelompok pekerja di sini. Yang pertama yang menjaga pintu itu khusus orang Arab dan langsung dapat gaji pemerintah. Sedangkan pekerja seperti saya penggajiannya bukan pemerintah, tapi dari konsorsium Bin Laden,\" jelasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: