Pemkot Dilematis, Yoyon: Kontraktor seperti Sudah Kehabisan Darah
CIREBON – Rencana pemutusan kontrak PT Rivomas Pentasurya menuai pro dan kontra. Pasalnya, proses ini terlalu berisiko dan ada kemungkinan pekerjaan mangkrak. Bahkan, sampai saat ini proses penentuan untuk kejelasan nasib kontraktor belum ada titik terang. Asisten Daerah Perekonomian Pembangunan Setda, Ir H Yoyon Indrayana MT menilai, pemkot dalam posisi serba salah. Bila mempertahankan PT Rivomas Pentasurya, besar kemungkinan pekerjaan tidak selesai akhir tahun ini. Tapi, bila pemutusan kontrak ada risiko yang harus ditanggung. Yoyon mengusulkan, penambahan klausul berupa jaminan ada kontraktor baru yang mau melanjutkan pembangunan sampai selesai. “Memang ada plus minusnya. Kontraktor yang sekarang seperti sudah kehabisan darah. Bekerja seadanya,” ujar Yoyon, kepada Radar. Rencana pembangunan gedung setda menjadi bagian dari pekerjaan Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR). Yoyon yang pernah menjabat kepala DPUPR (sebelum tanggal 1 Januari 2017 masih bernama DPUPESDM), paham betul bahwa kontraktor tidak mampu melakukan optimalisasi kinerja dalam mencapai target. Keuntungan putus kontrak, lanjutnya, pembangunan gedung setda diharapkan mampu selesai sebelum tutup tahun ini. Syaratnya, kontraktor baru mengerjakan sesuai keinginan semua pihak. Termasuk efektivitas kinerja dan kualitas bangunan. Namun, sebelum pemutusan kontrak dilakukan, harus ditemukan kontraktor baru yang mampu menyelesaikan sisa pekerjaan sampai Desember nanti. Persoalannya, ujar pria berkacamata ini, belum tentu ada perusahaan yang mau melanjutkan pembangunan gedung setda sampai selesai tepat waktu. Kalau lewat waktu, sama saja dengan kontraktor sekarang. Pria yang ahli bidang teknik bangunan ini menilai, PT Rivomas Pentasurya sudah kehabisan darah. Hal ini terlihat dari perkembangan pembangunan di lapangan yang masih jauh dari target dan harapan. Karena itu, kontraktor gedung setda tersebut sangat layak untuk diputuskan kontraknya. Meskipun, selama ini kontraktor sebenarnya sudah bekerja maksimal. Karena suplai anggaran tidak optimal, hal ini berimbas pada pekerjaan yang dilakukan. Kalaupun tidak diputus, Yoyon mengusulkan adanya kepastian dari kontraktor untuk menyelesaikan. “Jaminannya suplai anggaran. Kalau tidak ada, ya tidak bisa,” ucapnya. Bila bertahan dengan kondisi saat ini, Yoyon yakin, tidak ada perubahan signifikan dan hampir dipastikan pembangunan akan melewati waktu tahun 2017. Masalahnya, loncat tahun ada aturannya. Harus ada persetujuan DPRD. “Pertanyaannya, apakah para wakil rakyat itu bersedia memberikan persetujuan? Meskipun lobi-lobi eksekutif bisa dilakukan,” tukasnya. Hal penting lainnya, kata dia, andai sampai loncat tahun pemegang kebijakan tertinggi atau walikota, harus orang yang sama. Ada pengorbanan besar di sini. Mengingat tahun 2017 merupakan fase awal tahun politik pilwalkot. Di tempat terpisah, Ketua Komisi B DPRD, Ir H Watid Sahriar justru meminta pemkot cepat-cepat melakukan pemutusan kontrak. “Ganti saja dengan yang lebih kompeten. Saya yakin ada perusahaan yang mau. Bila perlu BUMN,” ucapnya. Hal senada disampaikan Anggota Komisi B DPRD, Agung Supirno SH. Menurut politisi Golkar ini, lebih baik putus kontrak dan ganti dengan kontraktor lain. Adapun sisa bangunan yang belum digunakan, dapat dihitung atau menjadi semacam rampasan perang. Artinya, sisa bangunan menjadi risiko kontraktor dan diklaim milik Pemkot Cirebon untuk digunakan pembangunan gedung setda. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: