Begadang Inshomniyah, Menyimak Monolog dan Dialog Kebudayaan Candra Malik

Begadang Inshomniyah, Menyimak Monolog dan Dialog Kebudayaan Candra Malik

CIREBON - Bertajuk Begadang Inshomniyah, Candra Malik tampil monolog di hadapan publik Kedai Saung Juang, Kota Cirebon, Rabu 7/6) malam. Acara publik itu merupakan bagian lawatan Candra Malik selama Ramadan di enam kota; salah satunya Cirebon. Dalam monolog kebudayaannya, sastrawan juga tokoh sufi yang serba bisa itu mengajak publik untuk tidak terjebak budaya yang berbau Arab dalam berislam. Dia juga mengingatkan untuk tidak perlu mengutuk budaya yang serba padang pasir. Karena Islam dengan arab merupakan satu lain hal. Islam dengan segala pranatanya, arab dengan segala budayanya. Gus Can, panggilan akrabnya, menjelaskan, Islam meyakini perbedaan sebagai rahmat. Menurutnya, ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah rahmatan lilalamin; anugerah semesta raya. Bukan rahmatan lil mukminin, bukan pula rahmatan lil muslimin. Gus Can juga menyinggung Islam Nusantara. Menurutnya, Islam merupakan ajaran langit. Sementara Nusantara merupakan tradisi bumi. Karena itu, Islam Nusantara adalah ajaran langit yang membumi. Islam Nusantara bukan soal menilai buruk dan salah pada yang lain. Tapi lebih tentang di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. \"Menjadi Nusantara adalah hal yang paling manusiawi bagi manusia Nusantara. Dilahirkan sebagai anak Nusantara, berakar kebudayaan negeri sendiri, berkebangsaan bangsa sendiri, dan menjadi diri sendiri. Bukan menjadi orang lain dengan justru kehilangan jati diri. Sebab, kehilangan terbesar kita adalah kehilangan diri sendiri,\" jelas Gus Can. Gus Can membebaskan semua orang untuk menyampaikan pendapat tentang Islam Nusantara. \"Kebebasan berpendapat dilindungi undang-undang dan saya menghormati itu,\" ujar mantan wartawan Jawa Pos (radarcirebon.com group) itu. \"Berbeda tidak lantas menjadikan sampeyan (Anda, red) orang lain. Kita berbeda karena kita sama: sama-sama berbeda. Ada benarnya kita tidak saling menyalahkan. Tidak ada salahnya kita saling membenarkan,\" jelasnya. Gus Can menambahkan, berdakwah itu mengajak, bukan mengejek. Berdakwah itu merangkul, bukan memukul. Berdakwah itu ramah, bukan marah. Berdakwah itu mencari kawan, bukan lawan. Berdakwah itu bukan membahayakan, tapi membahagiakan. \"Agama itu mudah dan selayaknya memudahkan. Jika bagi kita agama itu susah dan justru menyusahkan, selayaknya kita mawasdiri. Jangan-jangan, kita sendiri yang sulit dan mempersulit,\" jelas Gus Can. Selain monolog kebudayaan, Candra Malik membuka dialog. Begadang Inshomniyah itu diawali dan diakhiri dengan lagu-lagu religinya yang populer dengan kidung sufi, salah satunya Syahadat Cinta. Kota-kota lainnya yang disinggahi Candra Malik dalam lawatannya selama ramadan adalah Bandung, Surabaya, Solo, Yogyakarta dan Malang. Di Cirebon, Candra Malik bersanding dengan Kang Nemi dari Pesantren Buntet Cirebon. (fazri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: