Aspek Sosial Pembongkaran Makam Keramat Selesai, Proses Hukum Jalan

Aspek Sosial Pembongkaran Makam Keramat Selesai, Proses Hukum Jalan

CIREBON - Kepala Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (DKOKP) Kota Cirebon Drs Dana Kartiman mengatakan aspek sosial sudah tertunaikan dengan kembalinya makam Pangeran Suradinaya ke lokasi awal. Gejolak di masyarakat mulai mereda. Hanya saja, karena pelanggaran yang dilakukan jelas tindakan pidana, Dana Kartiman berharap proses hukum tetap berjalan. Agar memberikan efek jera bagi lainnya. Karena sekali cagar budaya dibongkar, nilai sejarah akan hilang. “Tapi proses hukum urusan Polisi. Ini nyata pelanggaran pidana. Pejabat DKOKP sudah di BAP untuk hal ini,” ujarnya didampingi Kepala Bidang Kebudayaan Drs Agus Setiadiningrat MPd MM kepada Radar di lokasi makam, Minggu (11/6). Camat Pekalipan Edi Siswoyo SAP mengatakan, sejak awal pihaknya tidak pernah memberikan izin untuk pembongkaran makam Pangeran Suradinaya. Edi Siswoyo sudah menduga persoalan ini sensitif dan akan menimbulkan masalah besar jika dilakukan. “Kami tolak izinnya. Karena disitu situs cagar budaya,” tukasnya. Dengan pengembalian makam Pangeran Suradinaya ke lokasi semula, Edi Siswoyo berharap pemilik lahan mau membuka diri untuk menyediakan pintu masuk bagi warga yang ingin berziarah. Sebelumnya, ahli naskah Cirebon DR Raffan Safari Hasyim M Hum meminta perbaikan seutuhnya dan sebisa mungkin mendekati kondisi awal. ”Harus dikembalikan seperti semula,” ujar Raffan kepada Radar Cirebon, Jumat (9/6). Dia menilai, pembongkaran makam Pangeran Suradinaya adalah pelanggaran berat. Sehingga kesepakatakan pengembalian kerangka ke lokasi awal, tidak menjawab persoalan sesungguhnya. Opan, sapaan akrabnya, meminta dilakukan pengusutan oleh Badan Pertanahan Negara (BPN) Kota Cirebon. Dia heran, lahan di RW 03 Pagongan Barat, Kelurahan Pekalangan, Kecamatan Pekalipan, itu menjadi milik pribadi. Sebab, seharusnya cagar budaya merupakan milik negara dan berdiri di atas tanah negara atau tanah keraton. “Ini aneh, situs cagar budaya itu biasanya ada di lahan keraton atau negara. Kenapa ini tanah warga? Saya heran, berarti dulu ada penyalahgunaan status,” tuturnya. Filolog skala nasional ini menyebut, Makam Pangeran Suriadinaya sudah ada sejak 500 tahun lalu. Ia siap beradu data mengenai hal ini, termasuk membuktikan bahwa seharusnya lahan itu bukan milik pribadi. Keberadaan makam menunjukan rumah Pangeran Suradinaya tidak jauh dari lokasi. Setelahnya diturunkan kepada anak cucu dan makamnya menjadi cagar budaya. Kemudian, status makam juga sudah tercatat sebagai situs resmi cagar budaya yang dilindungi undang-undang. “Seharusnya pemilik lahan saat membeli menyadari ada identitas Cirebon di dalamnya. Harusnya tidak bertindak seperti itu,” tegas dia. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: