Tak Ganggu Cagar Budaya, Ahli Waris Minta Eksekusi Dilakukan Secepatnya
KUNINGAN - Jaka Rumantaka selaku pihak pemenang perkara sengketa tanah warisan tokoh Cigugur Mad Rais menyayangkan pembatalan rencana eksekusi lahan pada tanggal 20 Juli mendatang oleh Pengadilan Negeri (PN) Kuningan setelah aksi unjuk rasa warga Cigugur dan sejumlah LSM beberapa waktu lalu. Jaka menegaskan, lahan yang disengketakan adalah sebidang tanah haknya yang merupakan warisan dari sang ibunda Ratu Siti Djenar Sriningpuri Alibassa yang kini ditempati oleh keluarga E Kusnadi (alm). Adapun tanah tersebut terletak di Blok Mayasih RT 29/10, Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur yang tercatat dalam buku Leter C No 2321 Persil 78a Kelas B.1 seluas 224 meter persegi atau 16 bata. \"Letaknya bersebelahan dengan gereja, tepatnya di sebelah utara dibatasi oleh jalan, di sebelah selatan dan barat berbatasan dengan tanah gereja dan selebah timur berbatasan dengan tanah milik Maryana. Bukan tanah yang kini ditempati P Jati Kusumah ataupun Bangunan Paseban,\" tegas Jaka dalam keterangannya saat jumpa pers di Taman Bungkirit, Jumat (14/7). Jaka mengatakan, pihaknya hanya menuntut hak kepemilikan atas tanah warisannya bisa kembali didapat sesuai perundang-undangan yang berlaku. Dia memastikan tidak ada niat sedikitpun untuk mengusik tatanan kehidupan kebudayaan masyarakat adat Cigugur apalagi mengganggu keberadaan bangunan Cagar Budaya Paseban seperti yang dituduhkan karena keberadaan tanah yang disengketakan bukanlah di kawasan tersebut. \"Tanah ini merupakan warisan dari orang tua kandung saya sendiri yaitu Ibu Ratu Siti Jenar Alibassa yang merupakan anak dari istri pertama Pangeran Tedja Buana (anak Mad Rais). Sedangkan termohon eksekusi yaitu almarhum E Kusnaedi kala itu mengakui bahwa dia membangun rumah di atas tanah tersebut atas izin dari Pangeran Tedja Buana. Akan tetapi tidak ada satu bukti maupun keterangan apapun yang menerangkan tanah tersebut diberikan, melainkan hanya izin menguasai bangunan saja,\" ujar Jaka. Atas hal tersebut, Jaka menilai, secara logika sudah seharusnya pihak termohon eksekusi bisa mengembalikan tanah tersebut secara sukarela ketika ahli waris meminta dikembalikan. Dengan demikian, lanjut dia, tak perlu ada proses gugatan di pengadilan apalagi hingga berlanjut pada aksi unjuk rasa hingga tudingan pihaknya sebagai biang kerok ingin merusak tatanan budaya masyarakat adat Cigugur. \"Ini tidak ada kaitannya dengan cagar budaya dan masyarakat adat Cigugur, melainkan hanya persoalan kecil tentang tanah warisan. Saya menuntut hak saya sebagai pewaris sah tanah tersebut tanpa ada niat mengganggu kehidupan adat masyarakat Cigugur,\" ucap Jaka. Atas hal tersebut, Jaka pun berharap agar pihak penegak hukum bisa secepatnya melakukan eksekusi tanah tersebut sesuai ketetapan hukum yang berlaku. Terlebih semua upaya termohon melakukan kasasi di tingkat Pengadilan Tinggi dan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) pun telah memutuskan menguatkan keputusan pengadilan. \"Mudah-mudahan dengan telah jelasnya duduk permasalahan perkara sengketa tanah ini, bisa membuka mata semua pihak menyimpulkan siapa yang bersalah dalam kasus ini. Sekaligus semakin memantapkan keteguhan hati aparat penegak hukum untuk melakukan proses eksekusi lahan tersebut secepatnya,\" harap Jaka. (fik)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: