Teknologi Geomembran Selamatkan Petani Garam di Indramayu
INDRAMAYU–Sempat nganggur hampir 1,5 tahun lamanya, petani garam di wilayah pantura Bumi Wiralodra kembali terjun ke lahan. Memproduksi garam jadi pilihan mereka. Imbasnya, stok garam mulai normal. Stok di pasaran kembali tercukupi setelah sebelumnya mengalami kelangkaan akut. “Alhamdulillah sejak bulan Mei bersamaan datangnya musim kemarau, kami bisa kembali menggarap lahan garam yang selama hampir 18 bulan nganggur total. Sudah bisa produksi lagi,” ucap Tarmin, petani garam asal Kecamatan Kandanghaur. Petani garam di wilayahnya kini sedang semringah. Sebab, berkat penerapan teknologi geo isolator membran atau geomembran, produksi maupun harga garam cukup bagus, berkisar Rp3.500 per kilogram. Geomembran merupakan lembaran lapisan yang dihamparkan pada lahan garam. Lembaran membran ini bersifat tahan air, korosi, minyak, asam dan panas tinggi. Teknologi Geomembran ini, ungkap dia, merupakan bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI yang diberikan kepada para kelompok petani garam. Di wilayahnya, menerima bantuan sebanyak 30 gulung geomembran yang kemudian dibagikan merata kepada seluruh anggota kelompok. “Garam cepat jadi. Hasil panen juga meningkat dua kali lipat dari sistem konvensional. Saya dapat 1 gulung, cukup untuk 3 petak lahan garam. Setiap panen lumayan dapatnya, antara Rp1,5 sampai Rp2 juta per 3 hari,” lanjut Tarmin. Tingginya harga, lantaran kualitas garam yang dihasilkan dari teknologi itu lebih putih dan padat. Hanya saja, meski hasil yang dipetik berlipat, namun panen lahan garam belum bisa maksimal. Penyebabnya, saat ini masih sering turun hujan di wilayah pantura Kabupaten Indramayu. “Kalau garam kena hujan ya jadi air lagi. Ulang lagi dari awal prosesnya,” kata dia. Petani garam lainnya, Saka, menuturkan, teknologi geomembran merupakan terobosan yang sudah saatnya menjadi kebutuhan petani garam ke depan. Sebab, dari sisi analisa usaha, hasilnya cukup menjanjikan. Dari lahan satu hektare, petani garam dapat meraih pendapatan hingga puluhan juta rupiah dalam waktu produksi selama sekitar enam bulan. “Dulu, menggarap lahan garam masih menjadi usaha sampingan. Tahu hasilnya bagus begini, saya yakin menjadi ladang penghasilan tetap,” terangnya. (kho)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: