Kuota PPDB Jebol, Satu Meja Bertiga, Laboratorium dan Perpustakaan Jadi Kelas

Kuota PPDB Jebol, Satu Meja Bertiga, Laboratorium dan Perpustakaan Jadi Kelas

CIREBON – Anak-anak jadi korban pemaksaan kehendak yang dilakukan sejumlah pihak. Tak hanya mereka yang baru masuk, siswa kelas VIII dan IX juga ikut kena dampaknya. Untuk menampung 200 siswa yang dititipkan oknum lembaga swadaya masyarakat (LSM), rombongan belajar (rombel) harus dipadatkan sampai 42 siswa. “Kita resminya delapan rombel, sekarang jadi 11. Harusnya satu kelas 32 anak, sekarang jadi 42. Setelah kami data, ada sekitar 200 siswa titipan,” ujar Kepala SMPN 1 Kota Cirebon, Ali Saidi Arinuryanto SE MM, Senin (31/7). Penambahan rombel ini, kata Ali, membuat siswa benar-benar jadi korban. Hak mereka untuk mendapatkan ruang kelas yang nyaman tidak bisa dipenuhi. Sekolah terpaksa menggunakan laboratorium dan perpustakaan untuk ruang belajar mengajar. Tidak hanya itu, demi menampung para siswa titipan, kelas delapan menjadi korban. Kelasnya dipadatkan dari semula 13 kelas menjadi 12 kelas saja. Satu kelas kosong hasil pemadatan dipakai siswa titipan. Menurutnya, aksi titip menitip itu pada akhirnya membuat anak-anak yang jadi korban. Bahkan di sekolah mereke berpotensi menghadapi masalah adaptasi. “Mencirikan siswa titipan di SMPN 1 gampang. Kelas tujuh A sampai F, seluruhnya siswa murni hasil dari persaingan di PPDB online. Sedangkan siswa kelas tujuh G sampai K, seluruhnya merupakan siswa titipan,” bebernya. Saat ini, baik siswa murni maupun titipan seluruhnya sudah masuk kelas. Meskipun kondisinya tidak manusiawi karena berdesakan dan membuat tidak nyaman, namun tetap harus dilakukan. Sampai Senin (31/7), masih ada siswa baru hasil titipan yang pakai baju SD. Hal ini karena mereka terlambat masuk dan baju sekolah baru dipesan kemudian. Aksi pemaksa kehendak dalam PPDB tahun ini, berhasil menjebol sistem yang sudah dibuat sedemikian rupa. Pada akhirnya walikota sebagai pemegang kebijakan tertinggi, menyerah terhadap desakan ketua DPRD, anggota DPRD dan LSM. Para pemaksa kehendak dengan restu walikota dan wakil rakyat, juga sudah kelewatan. Mereka datang menemui kepala sekolah sambil membawa siswa yang akan dititipkan. Mereka didampingi dan memaksa sampai bisa diterima. Kepala Dinas Pendidikan Kota Cirebon Drs H Jaja Sulaeman MPd menyayangkan tindakan ini. Menurut dia, efek dari membengkaknya jumlah siswa setiap kelas, pasti membuat proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal. Bila sudah demikian, dikhawatirkan akan terjadi kemunduran kualitas pendidikan. “Saya sejak awal sangat yakin laboratorium dan perpustakaan tidak lagi menjadi ruang kelas. Ternyata tahun ini terjadi lagi,” sesalnya. Para siswa dengan pembengkakan setiap kelas itu menjadi tidak optimal. Hal ini menjadi bahan evaluasi bersama agar kedepan tidak boleh terulang. Karena pendidikan yang dipaksakan membawa efek tidak baik terhadap siswa itu sendiri. Termasuk masa depannya. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: