Bertahun-tahun Siswa SD Bertaruh Nyawa Seberangi Sungai ke Sekolah

Bertahun-tahun Siswa SD Bertaruh Nyawa Seberangi Sungai ke Sekolah

CIREBON-Puluhan siswa di Desa Ciledug Wetan Kecamatan Ciledug bertaruh nyawa untuk sampai ke sekolah. Setiap hari mereka melawan bahaya demi bisa merubah nasib dan lepas dari isolasi. Padahal, letak rumah para siswa ini tidak begitu jauh dari pusat Ciledug kota. Bahkan, jarak balai desa dengan kantor Kecamatan Ciledug pun tidak lebih dari 100 meter. Anun (10), siswa kelas IV SDN 2 Ciledug Wetan buru-buru melepas sepatunya ketika suara lonceng yang dipukul berkali-kali menjadi tanda jam pulang sekolah sudah tiba. Dia pun segera pulang. Sepatu kusam berwarna hitam buatan dalam negeri dia gantungkan di lehernya. Hampir setiap hari Anun bersama puluhan siswa lainnya harus melewati rute yang tidak biasa untuk bisa sampai ke sekolah tepat waktu. Rute yang dipastikan tidak mudah untuk anak-anak seusia Anun. Ya, setiap hari Anun harus menyeberangi salah satu sungai terbesar di Jawa Barat, yakni Sungai Cisanggarung. Hal itu dilakukan karena dengan menyeberang sungai, bisa menghemat biaya dan waktu yang harus dikeluarkan ketimbang memutar lewat Desa Cilengkrang, Kecamatan Pasaleman. “Kalau lewat sungai, langsung sampai di sekolah. Kurang lebih perjalanan sekitar 15 menit. Tapi kalau muter kejauhan. Kalau jalan kaki satu jam juga belum tentu nyampe,” ujar Anun. Yang disampaikan Anun tidak berlebihan. Satu-satunya akses jalan yang menghubungkan dua dusun di Blok Pelabuan dan Blok Kebonawi Desa Ciledug Wetan adalah melalui jembatan besar di Desa Cilengkrang, Kecamatan Pasaleman. Anun terpaksa memilih menyeberang melewati Sungai Cisanggarung karena tidak bisa setiap hari meminta orang tuanya antarjemput. Terlebih, banyak orang tua siswa di sana hidup sederhana dan tidak punya kendaraan. “Berangkatnya mesti lebih pagi. Sepatunya dipakai nanti kalau sampai di sekolah. Biar tidak basah ya digantung di leher atau dimasukin ke plastik,” katanya. Bahkan menurut Anun, tidak sekali dua kali dia dan teman-temannya harus kehilangan buku atau alat tulis akibat terperosok saat berjalan menyusuri dasar Sungai Cisanggarung yang tengah surut tersebut. “Kalau buku basah, seragam basah, celana basah sih sudah biasa, mending lewat sungai, lebih cepat. Kasihan bapak kalau mesti nganter ke sekolah. Lagian bapak juga kalau pagi pergi ke sawah,” bebernya. Sementara itu, Hikmah (11), siswi kelas V yang juga ikut dalam rombongan Anun, harus bangun lebih pagi karena jaraknya yang jauh dengan sekolah. Dia meminta pemerintah membangunkan jembatan di titik tersebut agar tidak kesulitan lagi saat berangkat atau pulang sekolah. “Kalau ada jembatan kan enak. Tidak perlu lepas sepatu. Selain anak sekolah, banyak juga yang lewat sini. Ada yang ke sawah juga lewat sungai ini,” ujarnya. Malangnya, hanya pada saat musim kemarau saja sungai tersebut bisa dilalui. Jika musim hujan atau debit air sedang tinggi, para pelajar dari Blok Pelabuan tersebut mesti lewat jalur utama, yakni menempuh kurang lebih jarak sepanjang 7 kilometer untuk sampai ke sekolah. “Antisipasi dari pihak desa sudah menyiapkan cator (motor roda tiga, red) milik desa untuk mengangkut siswa dari Blok Pelabuan. Biasanya kalau air tinggi atau musim hujan, anak-anak tidak bisa lewat sungai, harus memutar lewat Cilengkrang,” ujar Kaur Program Desa Ciledug Wetan Yogi saat ditemui Radar Cirebon di kantornya. Dikatakan Yogi, hal tersebut terpaksa dilakukan karena anggaran desa yang ada saat ini sangat tidak mungkin membangun jembatan dengan spesifikasi di atas Sungai Cisanggarung yang mempunyai lebar sekitar 50 meter. “Di Ciledug Wetan ada dua sekolah. Satu SD lainnya ada di Blok Cihoe. Jaraknya lumayan lebih jauh lagi. Dulu, zaman saya kecil, ada siswa yang sampai hanyut saat tiba-tiba kram gara-gara nekat berenang untuk sampai ke sekolah,” tambahnya. “Repotnya kalau ada warga sakit dan harus berobat ke puskesmas. Otomatis harus mutar jauh, tidak bisa langsungpakai jalan pintas,” katanya lagi. Sementara itu, Kepsek SDN 2 Ciledug Wetan, Mudin mengatakan, total ada sekitar 30 siswa dari Blok Pelabuan di sekolahnya. Karena akses yang sulit dan jauh, pihak sekolah pun memaklumi jika beberapa siswa terlambat. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: