Sebagian Warga Majalengka Pertahankan Tradisi Saweran Pengantin
MAJALENGKA - Tradisi sunda yang hingga kini masih dilaksanakan di sebagian masyarakat adalah saweran pasca akad nikah. Seperti yang dilaksanakan di Desa Waringin dan Weragati Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka beberapa waktu lalu. Meskipun tradisi saweran tidak diaksanakan di setiap momen pernikahan, tapi sebagian masyarakat masih melakukan adat saweran dengan melempar sejumlah uang recehan, permen, dan beras. Seorang juru kawih saweran biasanya melantunkan kawih sunda, yang berisi pesan kepada pasangan pengantin yang baru melangsungkan akad nikah. Di sela kawih saweran, juru kawih melemparkan uang recehan kepada kerumunan massa di belakang pengantin yang dipayungi petugas. Saat melemparkan uang recehan itu, warga terutama anak-anak berebut mendapatkan uang recehan. Bahkan, ada mempelai atau keluarganya yang menyiapkan kupon keberuntungan yang bisa ditukar kepada keluarga mempelai. Juru kawih saweran asal Desa Weragati Kecamatan Palasah, Aan Anah menyebutkan, upacara saweran usai akad nikah merupakan adat sunda yang sudah turun temurun dilaksanakan masyarakat. Menurutnya, saweran memberikan pesan dan wejangan untuk mempelai yang akan melakoni bahtera rumah tangga. Saweran juga merupakan doa bagi pengantin agar dalam menjalani rumah tangganya rukun, sesuai harapan dalam agama, menjadi keluarga sakinah, mawadah dan rahmah. “Saya memilki kemampuan menjadi juru kawih saweran secara otodidak, dan dilakukan untuk melestarikan tradisi sunda dan bukan untuk mencari materi semata,” ujarnya. Seorang warga Desa Waringin, Kecamatan Palasah, Ikah Nuratikah mengaku senang dengan acara saweran. Terutama saat juru kawih melemparkan sejumlah uang recehan. “Kami berebut uang recehan dan hasil uang itu biasaya diberikan untuk cucu dan anak, yang senang menerima uang dari hasil saweran itu,” katanya. Sementara tradisi saweran yang dilakukan di jalan Siti Armilah Kelurahan Majalengka Kulon, Kecamatan Majalengka dibawakan juru kawih seorang pria. Pada acara saweran itu, banyak uang receh yang dilempar ke kerumunan massa, membuat banyak warga yang memperoleh uang receh dengan nominal Rp 500 dan Rp 1.000. Terpisah, seorang aktivis dakwah perempuan dari Kelurahan Majalengka Kulon, Endah Nurendah menyatakan, tradisi saweran hendaknya tidak diwarnai dengan pelemparan beras. Karena ada kesan mubazir. “Sungguh sayang kalau beras meskipun tidak banyak dilemparkan pada acara saweran. Cukup yang dilempar itu uang atau permen yang msih bisa digunakan dan dimanfaatkan warga yang menerima,” katanya. (ara)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: