Cirebon Diguyur Hujan, Ratusan Karung Garam Krosok Tak Diangkut
CIREBON - Hujan yang tiba-tiba mengguyur Cirebon pada Minggu (24/9) kemarin, membuat ratusan karung garam yang masih berada di areal tambak, tidak bisa diangkut. Hal ini dikarenakan medan yang terjal dan berlumpur, membuat proses pengangkutan menjadi tidak mungkin dilakukan. Kondisi tersebut seperti yang terlihat pada hamparan tambak di Blok Kandawaru, Desa Waruduwur, dan lahan tambak di Desa Pengarengan, Kecamatan Pangenan. “Tadi pagi masih ada yang kerja sebelum hujan. Pas hujan petani garam pada pulang. Yang panen dan sudah dimasukin karung pun belum bisa dibawa pulang, masih di sekitar tambak,” ujar Jefri salah satu petani garam asal Blok Kandawaru yang ditemui Radar, kemarin. Dikatakannya, kondisi medan yang basah dan jalanan yang licin, membuat resiko dan pekerjaan untuk memindahkan hasil panen dari tambak ke gudang tersebut, menjadi berat. Sehingga mayoritas petani memilih meninggalkan begitu saja karung-karung garam yang sudah terisi di pinggir tambak. “Kalau hilang sih tidak mungkin. Medannya terlalu berat. Minimal harus pakai sepeda untuk ngangkat dari tambak ke jalan. Lagian lokasi di sini aman, belum pernah ada garam hilang,” ujarnya. Menurutnya, hujan yang turun kemarin begitu mendadak, sehingga petani tidak bisa melakukan persiapan. Banyak lahan-lahan tambak garam petani yang seharusnya bisa dipanen, akhirnya gagal dan kolam-kolam pemrosesan garam yang sudah berisi air laut yang sudah tua, harus mengulang kembali prosesnya dari awal. “Ini butuh waktu 3 hari sampai seminggu, tergantung panasnya. Kalau panasnya stabil dan anginnya lumayan kencang, ya bisa lebih cepat prosesnya,” imbuhnya. Untuk harga jual garam di tingkat petani saat ini, menurut Jefri, sudah mulai stabil dan cenderung naik. Hal itu terjadi setelah ada penurunan harga hingga perkilonya di angka 700 dan 800. Kini, petani sudah mulai menyimpan hasil panennya dan hanya menjual garam di kala harganya sesuai. “Kita simpan dulu. Kita jual kalau harga sesuai saja, tidak mahal yang penting kita tidak rugi saja,” bebernya. Dikatakannya, meskipun saat ini hampir seluruh wilayah sentra garam sedang mengalami panen raya, namun stok di pasaran masih kurang akibat harga yang ditawarkan tengkulak atau pembeli masih belum dianggap sesuai dengan harga yang ditawarkan petani. “Kalau kita seribu cukup, di bawah itu kayaknya berat. Makanya kita banyak yang simpan. Kalau di bawah seribu mending kita simpan dulu. Kalau di atas seribu atau seribu pas baru kita jual,” katanya. Sementara itu, petani garam lainnya, Sabri khawatir jika hujan yang turun hampir merata kemarin, sebagai pertanda akan datang kembali musim penghujan. “Kalau hujan kemarin kan sekitar 2 jam kurang. Cuma mendungnya seharian, dari pagi sampai sore. Mudah-mudahan setelah ini, cuaca normal kembali, bisa panas lagi. Karena kita produksi juga baru dua bulan. Kalau kena musim hujan lagi, bisa rusak lagi kayak tahun kemarin yang sama sekali tidak ada produksi,” ungkapnya. (dri)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: