Hari Tani Nasional, FPR-C Soroti Program Reforma Agraria Jokowi-JK

Hari Tani Nasional, FPR-C Soroti Program Reforma Agraria Jokowi-JK

CIREBON - Front Perjuangan Rakyat Ciayumajakuning (FPR-C) bersama PMII Cirebon menggelar diskusi agraria, Senin (25/9) malam. Diskusi yang berlangsung di Kedai kopi Saung Juang Kota Cirebon, itu dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional (HTN) yang jatuh 24 September. Membongkar Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial Pemerintah Jokowi-JK menjadi tema diskusi. Hadir sebagai pembicara, Auf Ahmad Musyafa dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) dan Toto Sudiarjo dari Jogja Darurat Agraria (JDA). Peringatan HTN malam itu menjadi refleksi kebangsaan sekaligus menyoroti kinerja Jokowi-JK terkait reforma agraria. Karena reforma agraria yang digulirkan pemerintahan Jokowi-JK tidak dapat menjawab masalah kaum tani. AGRA menilai, program reforma agraria dan perhutanan sosial (RAPS) Pemerintahan Jokowi-JK sama sekali tidak menghapuskan monopoli tanah. Justru, perkebunan besar milik swasta maupun pemerintah sebagai agen modal internasional memonopoli lahan rakyat. Dalam catatan AGRA, hanya dua tahun masa pemerintahan Jokowi-JK, setidaknya terdapat 49 kasus tindak kekerasan dan kriminalisasi dialami rakyat yang mempertahankan dan atau menuntut haknya atas tanah. Tindak kekerasan terjadi di 18 Provinsi dengan 66 orang ditembak, 144 luka-luka, 854 orang ditangkap, 10 orang meninggal dunia dan 120 orang dikriminalisasi. Menurut Auf, kasus agraria di Kuningan, misalnya, banyak masyarakat yang dirugikan Perhutani dan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Sebab dengan dalih kepentingan negara, kedua institusi itu memonopoli lahan masyarakat yang eksis lebih dahulu. Dengan adanya TNGC, akses masyarakat memanfaatkan lahan di sekitar lereng Gunung Ciremai dibatasi karena alasan kawasan konservasi. Namun, kata Auf, kebijakan itu justru membuka peluang korporasi-korporasi asing untuk berinvestasi di kawasan hutan Gunung Ciremai. \"Jadi adanya TNGC itu sasarannya bukan untuk rakyat. Ini yang menjadi persoalan. Nyatanya, masyarakat tidak mudah mengelola lahan di sana (kawasan hutan Gunung Ciremai, red) dan disuir petugas dengan moncong senjata,\" tuturnya. Sehingga menurutnya, pemerintahan Jokowi-JK harus menjalankan Undang-undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960. Karena UUPA No.5 Tahun 1960 merupakan capaian perjuangan rakyat untuk mewujudkan reforma agaria sejati. \"Kami menuntut pemerintah Jokowi-JK untuk memberikan akses lahan tanah seluas-luasnya kepada buruh tani dan petani miskin. Kami juga mendesak pemerintah untuk membubarkan Perhutani dan TNGC,\" tandas Auf. Senada disuarakan Toto dari Jogja Darurat Agraria. Dia mengkritik program reforma agraria yang digulirkan pemerintahan Jokowi-JK. Menurutnya, reforma agraria yang digulirkan Jokowi-JK tidak lebih substansial menyelesaikan masalah isu-isu pertanahan. Karena hanya pendataan sertifikasi tanah. \"Masyarakat harus tahu, reforma agraria yang digulirkan pemerintahan Jokowi ini masih jauh dari harapan. Sehingga kita menuntut pemerintah menjalankan reforma agraria yang sejati. Yaitu bagaimana caranya petani mendapat hal-haknya atas pengelolaan tanah,\" tuturnya. Selama diskusi berlangsung, banyak tanggapan dan pertanyaan para audiens yang kebanyakan mahasiswa dan aktivis itu. Kopi, akustik dan musikalisasi puisi menjadi penghujung diskusi. (hsn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: