Mereka yang Melahirkan saat Usia SMP, Ingin Kembali ke Sekolah

Mereka yang Melahirkan saat Usia SMP, Ingin Kembali ke Sekolah

BAYI mungil berbobot 2,3 kg berusia 1 bulan itu tampak sehat. Lahir dari rahim perempuan yang masih sangat belia berinisial SW, warga salah satu desa di Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon. Saat melahirkan bayinya yang berjenis kelamin perempuan, SW berusia 15 tahun. Masih duduk di bangku kelas dua SMP. \"\"Tak terbersit dalam benak SW, di usia yang masih relatif muda dia sudah menjadi seorang ibu. Ya, SW memang menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh CA yang tak lain masih memiliki hubungan kekerabatan (paman). Kasus itu sendiri terjadi November 2016, namun baru terungkap setelah perut SW membesar. Pihak keluarga mulai curiga dan menanyakan hal itu pada SW. Semua tersentak ketika SW membuka cerita. Dia mengandung bayi. Hingga kemudian pada bulan September bayinya lahir dengan normal di puskesmas setempat. Sempat ada kekhawatiran dengan kondisi kandungan. Karena masih sangat muda, rahimnya dikhawatirkan belum siap untuk melahirkan. “Alhamdulilah, lahirnya normal tidak ada masalah. Jadi pas mules, langsung dibawa ke puskesmas, bayinya lahir,\" ungkap Sd, ayah SW. Kondisi mental SW saat ini berangsur pulih. Pengalaman pahitnya itu memang sempat membuatnya trauma berat. Keceriaan sempat hilang karena ada perasaan malu dan bersalah. SW kini terlihat tegar. Itu setidaknya saat menggendong bayi di teras rumahnya, akhir pekan lalu. Aktivitas SW setiap hari memang tak jauh dari rumah. \"\"Dia juga ikut mengurus bayinya, meski yang lebih banyak merawat bayinya itu ialah ibunya, Pn. Usia SW yang masih SMP itu,memang belum berpengalaman merawat bayi. Setiap pagi, Pn yang memandikan cucunya itu. Lalu memberi makan pisang dan juga susu formula. Sesekali dia bergiliran dengan SW. Meski masih SMP, naluri keibuan SW nampak sudah muncul. Dia terlihat lebih dewasa, tak lagi menghabiskan waktu untuk bermain. Lebih banyak di rumah. Dukungan keluarga dan lingkungan sekitar yang menerimanya, membuat mentalnya lebih baik. Traumanya itu terobati. Salah satunya karena keberadaan sang anak. Bayi mungilnya itu memang termasuk tidak rewel. Jarang menangis. Pn, ibu SW, memang ingin agar SW tidak menyusui bayi itu secara langsung. Bukan karena tidak sayang terhadap bayi tersebut. Tapi lebih kepada menjaga masa depan SW. Dia masih berharap anaknya itu melanjutkan sekolah. Sehingga bayinya itu hanya diberi susu formula. Ini juga anjuran dari pemerintah desa dan juga tim pendamping dari UPT Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Perlindungan Perempuan dan Anak Kecamatan Gegesik. “Air Susunya sih keluar, tapi kalau disusui sama ibunya itu khawatirnya SW udah nyaman punya bayi, jadi dia lupa melanjutkan sekolah,\" tutur Pn yang hanya lulusan SD itu. Masih ada harapan. Itulah yang masih terbersit dari orang tua SW. Keluarga ini memang sederhana. Ayahnya hanya kuli serabutan di pabrik penggilingan padi, juga buruh tani. Sehingga pendapatan tak menentu. Dengan kehadiran bayi baru, tentu saja menambah biaya rumah tangga. \"Lumayan karena per bulan harus ada biaya tambahan untuk beli susu,\" kata Sd, ayah SW. Sd sendiri masih terbawa rasa sedih saat menceritakan hal ini. SW merupakan anak perempuan pertama dari dua saudara dari pasangan Sd dan Pn. Sebagai ayah tentu saja dia merasa terpukul. Ada aib yang harus dia jaga. Apalagi yang menghamili anaknya itu juga masih kerabatnya. Sosok yang seharusnya bisa menjaga keluarga. Si pelaku, CA, secara tidak langsung merupakan paman SW. Sebagai orang tua, tentu dia ingin anaknya itu tumbuh seperti anak biasanya. Dengan peristiwa itu, sedikit menghambat waktu sekolahnya. SW sendiri sejak dilaporkannya kasus ini pada bulan Mei 2017, sudah tak masuk sekolah lagi hingga kini. \"Kita juga inginnya dia bisa melanjutkan sekolah lagi. Tapi yang penting saat ini dia kuat mentalnya,\" kata Sd. Pihak keluarga memang sudah sepakat memberikan dukungan moril untuk SW. Karena dia masih memiliki masa depan yang panjang. Apalagi dia sendiri punya cita-cita yang harus diwujudkan. Perempuan bertubuh gempal itu punya cita-cita ingin menjadi dokter. \"Pengen sekolah lagi, mau jadi dokter. Teman-teman sekolah juga sering main ke sini,\" kata SW sedikit malu-malu. Apa yang dialami SW juga dialami DF. Seperti SW, DF juga warga salah satu desa di Kecamatan Gegesik. Dia masih duduk di kelas 3 SMP. DF juga mengalami trauma setelah kasus perkosaan yang menimpanya. Pelakunya adalah tetangganya sendiri, yang masih juga berusia belia. Sama dengan SW, DF kini sudah melahirkan bayi perempuan dengan bobot 3,2 kg. Berbeda dengan SW dan keluarganya, DF dan orang tuanya enggan berbagi cerita pilu ini. “Karena memang butuh pemulihan. Kami yang melakukan pendampingan. Mereka tentu masih punya masa depan,” terang Kepala UPT Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Perlindungan Perempuan dan Anak (DPPKBP3A) Kecamatan Gegesik, H Syaefudin. Kasus pelecehan terhadap anak di bawah umur ini tak hanya dilamai SW dan DF. Data di Satreskrim Polres Cirebon, sejak Januari 2017 hingga September ini justru ada 20 kasus. Delapan korban bahkan sudah melahirkan, sisanya tak sampai mengandung. Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Cirebon Iptu Iwa mengatakan kasus-kasus yang ada kebanyakan masuk dari polsek di wilayah Kabupaten Cirebon. “Dari polsek diserahkan ke Unit PPA untuk ditindak lanjuti. Ada puluhan kasus yang kita catat. Memang beragam. Dari pencabulan, persetubuhan atau pemerkosaan, juga sodomi. Semuanya menimpa anak di bawah umur,” terang Iwa. Untuk kasus yang menimpa SW dan DF, pihaknya sudah melakukan penyelidikan. Bahkan pelaku yang memerkosa DF, sudah disidang. Pelaku ini tidak ditahan karena masih berusia SMP. “Sementara pelaku untuk korban SW, yang tak lain paman korban sendiri, masih diburu. Mudah-mudahan segera kami tangkap. Lokasi persembunyiannya pindah-pindah. Tapi terus diintai,” kata Iwa. (jml/arn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: