Mudik Harus Ramah Perempuan dan Anak

Mudik Harus Ramah Perempuan dan Anak

JAKARTA - Mudik Lebaran seolah sudah menjadi ritual tahunan, terutama bagi orang asli Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang mencari nafkah di Jakarta. Hampir setiap tahun pula, yang sering menjadi korban ’ketidaknyamanan mudik’ itu adalah kaum perempuan dan anak-anak. Lalu, bagaimana mudik yang ramah terhadap perempuan dan anak. Empat puluh persen warga ibu kota memang hilir mudik. Ini lebih heboh dari orang umrah atau haji. Orang Indonesia yang pergi ke Tanah Suci sekitar 2,5 juta. Sedangkan pemudik sekitar 3,5 juta orang. Ini memang sudah tradisi. Masyarakat tidak bisa diimbau mudik habis Lebaran atau pulang kampung di hari biasa saja. ”Tapi bagaimana kita meningkatkan kenyamanan dan keamanan selama arus mudik dan balik,” kata Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP-PA) Linda Amalia Sari dalam wawancara khusus dengan INDOPOS di ruang kerjanya, Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA), Jalan Medan Merdeka Barat 15, Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (1/9). Karena mudik Lebaran itu rutinitas, kata Linda, masyarakat tentu sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Keuangan oke, kesehatan prima, termasuk siapa yang harus jaga rumah. Tidak perlu panik karena sudah disiapkan jauh-jauh hari. ”Tiap orang punya kemampuan berbeda. Tapi kalau dimenej dengan baik tentu hasilnya akan berbeda,” terang istri Agum Gumelar ini. Linda berpesan, saat mudik, rumah jangan dibiarkan kosong dan listrik belum dimatikan. Diperiksa pula kabel-kabelnya, jangan sampai ada yang terkelupas sehingga menyebabkan arus pendek. Bagi yang menggunakan kompor gas, selangnya dicabut saja agar tidak bocor. ”Bawa uangnya juga jangan terlalu banyak. Secukupnya saja. Jangan cash,” imbau mertua pebulu tangkis nasional Taufik Hidayat ini. ”Jangan pula membawa perhiasan yang menarik perhatian orang. Sebab, ini tidak hanya rawan penjambretan, tapi juga membahayakan nyawa pemakainya,” lanjut mantan ketua umum Kowani ini. Segala persiapan mudik sangat tergantung dari jenis moda transportasi yang digunakan. Kapal laut, kereta api, pesawat terbang, motor, atau mobil tentu persiapannya berbeda-beda. Seperti apa tips dari menteri yang berpuluh tahun berkecimpung di organisasi perempuan ini? Anak Jangan Jadi Tameng ”Kalau pakai motor, anak-anak jangan ditaruh di depan. Tolong, anak-anak jangan jadi tameng. Padahal perjalanan sangat jauh. Ingin menutupi dada bapaknya tapi anaknya malah jadi korban. Bahkan sampai ada anak yang meninggal,” pinta Linda serius. ”Tingginya polusi juga perlu jadi pertimbangan. Jangan sampai hal ini mengganggu kesehatan anak dan ibu,” lanjut ibu dari Haris Khaseli Gumelar dan Armi Dianti Gumelar ini. Perlengkapan kendaraan bermotor juga perlu dipersiapkan. Sesuai UU Lalu Lintas No 22 Tahun 2009, helm yang dipakai harus Standar Nasional Indonesia (SNI). Aki, spion, lampu dan sebagainya juga dipastikan lengkap. ”Kalau capek istirahat dan cari tempat aman. Jangan di pinggir jalan, tempat lalu lalang mobil,” terang mantan anggota DPR dan MPR pada 1992-1997 ini. Demi keamanan, khususnya anak yang dijadikan tameng, Linda mengimbau agar petugas kepolisian menegakkan aturan hukum (law enforcement). ”Meskipun ada larangan berpenumpang empat, kalau tidak ada penegakan hukum, tentu menjadi tidak efektif,” tandas anak keempat dari enam bersaudara pasutri Jenderal (Purn.) TNI Achmad Tahir, mantan Gubernur AKABRI, dan Rooslila Simanjuntak ini. Sedangkan kalau naik mobil, perlu diilihat layak atau tidak untuk melakukan perjalanan jauh. Begitu pula sopirnya. Kalau mengantuk jangan dipaksakan. Lebih bagus jika ada dua sopir, sehingga bisa bergantian. ”Pak Agum pernah jadi Menteri Perhubungan. Saya melihat posko-posko dibentuk bekerja sama dengan kementerian terkait. Posko ini buka 24 jam. Ini bisa dimanfaatkan. Dan sekarang pelayanan kian hari semakin bagus. Inilah yang harus terus ditumbuhkan. Masyarakat gembira menikmati Lebaran tapi juga nyaman,” terang nenek dari Natarina Alika Hidayat dan Nayottama Prawira Hidayat ini. Bayi Lewat Jendela Bagaimana mudik dengan kereta api (KA) KA sangat tidak manusiawi. Anak-anak ditempatkan di toilet yang pesing, bercampur dengan orang dewasa. ”Saya juga melihat ada bayi dan anak kecil yang dilewatkan melalui jendela kereta api. Aduuuhhh, itu kalau jatuh atau kegencet gimana?” kata Linda miris. Gerbong kereta api telah ditambah. Namun karena demand atau permintaannya juga bertambah, tetap saja berdesak-desakan. Akhirnya kembali kepada tugas pengawas dan ada etika naik KA yang harus dijunjung tinggi. ”Kita imbau datang lebih awal. Masuknya lebih disiplin dan manusiakanlah perempuan, khususnya yang hamil, anak-anak, orang cacat, dan manusia lanjut usia. Inilah yang perlu disosialisasikan secara bertahap,” terang perempuan yang dibesarkan dari keluarga tentara ini. Kalau naik pesawat, yang perlu diperhatikan adalah datang lebih awal. Dua atau tiga jam sebelumnya harus sudah datang. Ada batasan kiloan barang. Jangan segala diangkut. ”Untuk anak-anak tolong diperhatikan. Anak kecil harus diberikan ASI sehingga gendang telinganya tidak sakit, khususnya saat take off dan landing. Biasanya anak-anak itu lebih sensitif. Langsung teriak karena perbedaan tekanan udara,” jelas perempuan yang senang berorganisasi sejak muda. (art)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: