Tunggu Salinan Surat Mendagri, Panwas Apresiasi Pemkab Tempuh Izin

Tunggu Salinan Surat Mendagri, Panwas Apresiasi Pemkab Tempuh Izin

MAJALENGKA–Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Majalengka mengapresiasi langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majalengka, yang menempuh proses persetujuan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sebagai landasan menggelar mutasi dan rotasi jabatan eselon III dan IV di lingkungan Pemkab Majalengka. Anggota Panwaslu Majalengka Bidang Penindakan, Alan Barok Ulumudin menjelaskan, langkah Pemkab tersebut merupakan salah satu bentuk kepatuhan terhadap peraturan. Berbeda ketika persetujuan Mendagri tidak ditempuh, maka akan jadi temuan bagi pihaknya. “Kami apresiasi pemkab kalau benar sudah menempuh persetujuan dari Mendagri. Yang jadi perhatian kami adalah Undang-undang yang mengaturnya yakni Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, dan kami di elemen Bawaslu dan jajarannya adalah yang mengawal penerapan undang-undang itu,” ujar Alan kepada wartawan. Dia menjelaskan, dalam UU 10/2016 tentang Pilkada itu disebutkan pada Pasal 71 ayat (2), Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri. Namun secara pasti pihaknya akan melayangkan permohonan kepada Pemkab melalui OPD bersangkutan, untuk meminta salinan surat Mendagri Nomor 820/10319/OTDA tertanggal 30 November 2017, perihal persetujuan mutasi pejabat administrator dan pengawas (setingkat eselon III dan IV) tersebut. Menurutnya, regulasi ini tidak bisa dikesampingkan, karena pernah terjadi di Papua ada kepala daerah yang mengabaikan regulasi kemudian mencalonkan diri sebagai calon dan kemudian menang. Tetapi tidak bisa dilantik karena putusan Bawaslu membatalkan proses Pilkada di daerahnya. Walaupun dalam konteks ini Bupati Majalengka belum bisa dipastikan mencalonkan kembali di Pilkada 2018 di luar Pilbup Majalengka, tapi ditempuhnya langkah ini dipandang sebagai upaya antisipasi. Sebab yang diatur dalam ayat (5) dari pasal 72 UU 10/2016 tersebut adalah kepala daerah petahana yang kembali mencalonkan di Pilkada. Sedangkan dalam ayat (6) dalam pasal yang sama disebutkan sanksi bagi yang melanggar aturan itu tetapi bukan petahana, akan diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hingga saat ini, pihaknya masih menunggu regulasi turunan dari yang dimaksud pada ayat (6) ini. (azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: