Sepanjang 2017, 6 Warga Kabupaten Cirebon Terserang Difteri, 1 Meninggal

 Sepanjang 2017, 6 Warga Kabupaten Cirebon Terserang Difteri, 1 Meninggal

CIREBON- Difteri telah menjangkiti sejumlah daerah, salah satunya Kabupaten Cirebon. Sejak Januari hingga Desember ini setidaknya 6 warga positif difteri. Satu di antaranya meninggal dunia. “Itu (korban difteri, red) sepanjang 2017 ini,” terang Kepala Dinkes Kabupaten Cirebon Hj Enny Suhaeni SKM MKes saat dihubungi Radar, kemarin. Enny mengatakan Jawa Barat merupakan salah satu provinsi terbanyak ditemukannya kasus difteri. Dan, sejumlah kasus itu ditemukan di Kabupaten Cirebon. Meski demikian, sambung Enny, sejauh ini pihaknya belum menerima perintah dari Kemenkes untuk melakukan vaksinasi ulang atau tindakan outbreak response immunization (ORI) dengan vaksin yang mengandung difteri. Dinkes Kabupaten Cirebon, tambah Enny, tetap melakukan langkah antisipasi agar difteri tak menyebar. Salah satunya dilakukan vaksinasi pada kontak terdekat pasien. Selain vaksinasi, pihaknya juga melakukan langkah proaktif dalam pencegahan. Meski Kabupaten Cirebon bukan salah satu wilayah endemik terjangkit difteri. Upaya proaktif tersebut di antaranya imunisasi yang terus digalakkan di beberapa posyandu. \"Salah satu upaya pencegahan ialah dengan menggalakkan imunisasi DPT, difteri, pertusis, dan tetanus di puskesmas atau rumah sakit,\" ujarnya. Untuk kasus yang terjadi pada warga Tegalgubug yang kini diisolasi di RSUD Gunung Jati, Dinkes Kabupaten Cirebon masih menunggu hasil laboratorium dari Bandung. Bila pasien dinyatakan positif difteri, maka dinkes akan segera melakukan penanganan dan antisipasi pencegahan penyebarannya. Sekretaris Dinkes Kabupaten Cirebon dr Neneng Nurhasanah mengatakan pihaknya sudah mengetahui adanya warga Tegalgubug yang terduga terinfeksi difteri. \"Saat ini kami masih menunggu hasil laboratorium. Jadi belum diketahui apakah positif atau negatif,\" tuturnya, kemarin. Jika dinyatakan positif difteri, pihaknya pastik akan melakukan tindakan tanggap darurat penanganan antisipasi penyebaran difteri, terutama penanganan di sekitar rumah warga. \"Penanganannya nanti sama seperti kita melakukan penanganan difteri pada kasus-kasus sebelumnya,\" kata Neneng. Seperti diberitakan, seorang pasien RSUD Gunung Jati terdeteksi menderita difteri. Pasien berinisial AL (29) itu merupakan seorang ibu rumah tangga asal Tegalgubug, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon. Dia kini menjalani perawatan di ruang isolasi. Ketua Komite Medik RSUD Gunung Jati Cirebon dr Oom Nurrohmah SpPD mengatakan pasien masuk pada Minggu (10/12). Sebelumnya dirawat di salah satu rumah sakit swasta di Kota Cirebon. \"Masuk (RSUD Gunung Jati, red) tanggal 10 Desember sekitar pukul 20.43. Rujukan dari RS swasta,\" ujarnya dalam konferensi pers, Senin (11/12). Oom menjelaskan, kasus yang dialami AL adalah kategori difteri pada orang dewasa. Pasalnya, kata Oom, difteri kini tak hanya menyerang pada usia anak-anak saja. Tapi juga menyerang orang dewasa. \"Pasien ini usianya 29 tahun, masuk dalam kategori difteri dewasa karena lebih dari 14 tahun,\" katanya. Dijelaskan Oom, dari hasil uji laboratorium, pasien positif difteri dengan ditemukannya bakteri gram positif cocus, bakteri batang dengan granula metakromatik dengan susunan palisade/huruf Cina. Namun, untuk lebih memastikan, pihaknya memerlukan uji kultur dan telah dikirimkan pihaknya ke Bandung. Oom menambahkan, meski termasuk penyakit yang bisa menyebabkan kematian, terutama pada balita, namun kalau cepat terdeteksi dan cepat ditangani, pasien bisa sembuh. Penyebab kematian, lanjut Oom, disebabkan karena keterlambatan penanganan sehingga terjadi pembengkakan di faring dan tonsil menyebabkan pasien susah bernafas. \"Pasien yang sudah sembuh, dipastikan tidak akan menularkan penyakitnya. Tapi sayangnya, mereka datang ke rumah sakit dalam kondisi yang sudah parah,\" jelasnya. Selain karena terlambat penanganan, penyebab kematian pada pasien difteri karena adanya penyakit lain yang memperparah kondisinya pasien bersangkutan. Misalnya TBC, radang paru-paru, dan lainnya. Tak hanya itu, bisa juga diakibatkan karena racun ekso toksin yang dihasilkan bakteri penyebab difteri yang menyebar ke mana-mana. Misalnya ke jantung yang dapat menggangu fungsi jantung. \"Ke otak juga bisa sehingga mengganggu saraf dan lainnya,\" tambahnya. Sementara dokter yang menangani AL, dr Pahmi Budiman mengatakan pertama kali datang kondisi klinis pasien ditemukan selaput putih yang sudah berdarah di sekitar tonsil dan faring. \"Keluhannya karena sulit dan sakit untuk menelan, suhu badan mencapai 37,8 celcius,\" katanya. Pasca mendapat penanganan dan diberi obat antibiotik dan antidifteri serum, kata Pahmi, kondisi pasien sudah mulai stabil. Pahmi menjelaskan, sesuai guideline untuk penanganan penderita difteri dalam sepekan ini pasien akan terus diuji laboratorium. Bila dalam seminggu ini tiga kali hasil tes laboratorium negatif, pasien pun diizinkan pulang. \"Pengobatan bisa 2 minggu, tapi kalau selama 3 hari berturut-turut kita cek lab hasilnya negatif, boleh pulang,\" katanya. (via/den)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: