APBD Dilarang Sumbang Madrasah
Menag dan Ketua DPR Protes Surat Edaran Mendagri JAKARTA - Hubungan antara Kementerian Agama (Kemenag) dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bakal tidak harmonis. Pemantiknya adalah keluarnya surat edaran Kemendagri yang melarang pemkab dan pemkot mengucurkan APBD untuk sumbangan atau bantuan madrasah. Kemenag wajar jika terusik dengan surat edaran Kemendagri itu. Sebab, mereka membawahi banyak sekali lembaga pendidikan. Mulai dari jenjang raudhatul atfal (setingkat PAUD), madrasah ibtidaiyah (SD), madrasah tsanawiyah (SMP), dan madrasah aliyah (SMA). Dari seluruh lembaga pendidikan itu, ada 7.669.988 siswa yang sedang menuntut ilmu. Sejatinya, anggaran Kemenag khusus untuk bidang pendidikan di APBN 2012 sudah lumayan besar, yakni mencapai Rp40 triliun. Namun karena hampir seluruh lembaga pendidikan Kemenag berstatus swasta, anggaran itu perlu didukung pendanaan dari pemkab maupun pemkot. Keluarnya surat edaran dari Kemendagri tadi, langsung ditanggapi keras oleh Menag Suryadharma Ali. \"Kita akan langsung bertemu Mendagri. Akan meminta surat edaran ini dikoreksi,\" ujar dia usai pembukaan Konferensi Internasional tentang Fatwa di Jakarta, Senin (24/12). Menteri yang akrab disapa SDA itu mengatakan, akar persoalan pelarangan APBD untuk madrasah ini adalah posisi pendidikan agama. SDA mengatakan, jika urusan agama itu bersifat sentralisasi, yakni langsung di bawah naungan Kemenag. Tidak seperti pendidikan umum (PAUD, SD, SMP, SMA, dan SMK) yang berada di bawah naungan dinas pendidikan kabupaten dan kota karena bersifat desentralisasi. \"Larangan ini tentu tidak baik, karena yang sekolah di madrasah itu adalah anak rakyat. Tidak ada anak pusat atau anak daerah,\" tutur menteri yang juga ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu. Bagi SDA, sifat sentralisasi untuk madrasah itu khusus urusan pengelolaan atau manejemennya saja. Tetapi jika terkait dengan pendanaan, tetap bersifat desentralisasi. Yang berarti pemkab atau pemkot boleh ikut membantu kelangsungan pembelajaran di madrasah. Meski surat edaran ini telah keluar, SDA tetap meminta kepada bupati atau wali kota tidak perlu ragu untuk mengucurkan dana APBD untuk ikut mendanai madrasah. SDA menuturkan akan mengapresiasi jika ada kepala daerah yang tetap komitmen ikut memakmurkan madrasah. Menurut SDA, pemerintah tidak boleh menafikan peran madrasah dalam urusan pendidikan di Indonesia. Dia mengatakan, jika peran madrasah dalam urusan pendidikan di tanah air ini jauh lebih dulu ketimbang sekolah-sekolah umum. Dia berani bertaruh tidak ada sekolah umum yang umurnya lebih dari seabad. \"Tapi lihat madrasah-madrasah di Jawa Timur, misalnya, ada yang usianya seratus tahun lebih,\" tutur SDA. Contohnya, madrasah yang dikelola oleh pondok pesantren Lirboyo di Kediri. SDA berharap keluarnya surat edaran ini tidak menimbulkan gejolak pendidikan keagamaan di seluruh penjuru Indonesia. \"Jangan sampai gara-gara ada tulisan agama di papan sekolahnya, tidak boleh menerima sumbangan dari pemda,\" jelasnya. Dia mengatakan, persoalan ini harus clear secepatnya. Sekretaris Jenderal Kemenag Bahrul Hayat mengatakan, jika motivasi surat edaran dari Kemendagri itu bisa jadi karena urusan politik. Sebab selama ini banyak sekali madrasah-madarasah, terutama yang dikelola pondok pesantren, dijadikan alat kampanye. Para kepala daerah kerap mengucurkan bantuan pendanaan kepada madrasah jika menjelang pemilukada. Setelah keluarnya surat edaran larangan APBD untuk membantu madrasah itu, muncul wacana jika pengelolaan madrasah didesentralisasikan. \"Saya kira ini tidak akan terjadi. Pengelolaan madrasah tetap sentralisasi langsung di bawah Kemenag,\" katanya. Terpisah, Ketua DPR Marzuki Alie berposisi ikut mendukung protes dari Kementerian Agama. \"Semua pendidikan formal berada di bawah pemda, apakah statusnya sekolah umum ataukah agama. Maka, semua bentuk sumbangan oleh pusat sudah seharusnya diluruskan,\" kata Marzuki di Jakarta kemarin (25/12). Dia menjelaskan, terkait pelaksanaan otonomi daerah, pendidikan merupakan bagian dari kewenangan yang didesentralisasikan ke daerah. Karena itu, tidak adil apabila pemberian bantuan itu langsung dilakukan pusat. Dikhawatirkan terjadi penyaluran dana yang berlebihan atau tumpang tindih karena double budget. \"Pusat tidak akan mengerti daerah sampai detail. Makanya, itu tanggung jawab daerah. Ini perlu diluruskan,\" ujarnya. Meski begitu, Marzuki mengakui, perlu ada pengawasan dan pengendalian yang intensif terhadap bantuan pendidikan itu. Salah satunya potensi penyimpangan yang cukup besar. \"Dana bantuan sudah menjadi alat politik untuk pilkada,\" ingat politikus dari Partai Demokrat itu. (pri/wan/c6/agm)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: