Bawaslu Merancang Aturan Percepatan Pengunduran Diri

Bawaslu Merancang Aturan Percepatan Pengunduran Diri

JAKARTA – Banyaknya calon kepala daerah berlatar belakang aparatur sipil negara maupun prajurit aktif, baik dari TNI maupun Polri, menimbulkan problem baru. Sebab, manuver politik dilakukan sebelum mereka mengundurkan diri dari jabatannya. Kini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mempersiapkan norma untuk menertibkan hal tersebut. Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin mengatakan, jajarannya sedang berupaya merampungkan peraturan Bawaslu (perbawaslu) yang mengatur pencalonan kepala daerah oleh prajurit. Harapannya, potensi pelanggaran disiplin maupun netralitas prajurit dan aparatus sipil negara (ASN) bisa dihindari. Dalam perbawaslu itu, akan dijelaskan waktu bagi ASN maupun anggota TNI-Polri untuk mundur dari instansinya. “Tidak ideal kalau kewajiban mundur baru melekat setelah penetapan pasangan calon. Saat sudah mencalonkan, kan dia sudah tidak netral,” ujarnya. Ke depannya, dia berharap agar kewajiban mundur bisa dipercepat. Selain itu, perlu norma yang mewajibkan panglima TNI maupun pejabat di lingkunan ASN mempercepat proses administrasi pengunduran dirinya. Untuk itu, Bawaslu akan melanjutkan koordinasi yang sudah berjalan. Menurut Afif, jajarannya sudah melakukan komunikasi awal beberapa hari lalu, baik dengan Polri maupun TNI. Hanya, komunikasi itu baru sebatas pertemuan informal. Pertemuan formal akan dilakukan dalam waktu dekat. “Ini (pertemuan) terkait dengan panglima TNI, Polri, dan Kementerian PAN,” ujarnya. Afif menginginkan aturan itu bisa diselesaikan dalam waktu dekat. Tujuannya, bisa menjadi landasan hukum untuk mempercepat pengunduran diri ASN, anggota Polri maupun personel TNI yang maju dalam kontestasi Pilkada 2018. Kalaupun tidak mampu diselesaikan dalam momen pendaftaran pilkada kali ini, aturan bisa digunakan untuk pilkada maupun pemilu nasional selanjutnya. “Ini bukan hanya untuk pilkada ya, tapi juga pileg dan pilpres,” tuturnya. Lantas, adakah mekanisme sanksi bagi yang melanggar? Pria lulusan UIN Jakarta itu menuturkan, mekanisme sanksi akan diserahkan ke lembaga yang bersangkutan. Untuk ASN, kewenangan sanksi ada pada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Sedangkan untuk Polri diserahkan kepada Propam dan TNI menjadi kewenangan POM TNI. Jika merujuk UU Pilkada, kewajiban untuk mundur baru mengikat setelah ditetapkan. Padahal, masa penetapan kepala daerah oleh KPU dilakukan Februari bulan depan. Jeda waktu yang cukup panjang membuat ASN dan prajurit gampang memanfaatkan posisinya. (far/c4/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: