Anggaran Penanggulangan Bencana Minim
JAKARTA - Angka kejadian bencana sepanjang tahun 2012 relatif lebih sedikit dibanding tahun-tahun sebelumnya. Namun, sebagai wilayah yang rawan bencana, Indonesia belum terbebas dari ancaman bencana. Di sisi lain, anggaran penanggulangan bencana ternyata terbatas. Akibatnya, pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sejumlah daerah pasca-bencana alam, kerap mengalami kekurangan dana. \"Makanya, pelaksanaan rehabilitasi dan konstruksinya menjadi lama,\" jelas Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kemarin (30/12). Sutopo menjelaskan, sebenarnya, secara nasional rata-rata setahun terdapat anggaran Rp12,5 triliun yang tersebar di 37 kementerian atau lembaga untuk penanggulangan bencana. Namun, hanya Rp1,34 triliun yang diberikan kepada BNPB per tahunnya. \"Sisanya Rp11,16 triliun ada di 36 kementerian atau lembaga,\" jelas Sutopo. Padahal, lanjut Sutopo, kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana seluruh Indonesia memerlukan biaya sampai Rp30 triliun per tahun. Tapi, ketersediaan dana cadangan penanggulangan bencana yang ada hanya Rp4 triliun. Selain itu, anggaran penanggulangan bencana di daerah juga terbatas. \"Rata-rata di BPBD tingkat provinsi anggarannya hanya 0,38 persen dari APBD provinsi. Bahkan di BPBD Kabupaten/Kota lebih kecil yaitu rata-rata kurang dari 0,1 persen dari total APBD yang ada. Tahun depan, Sutopo menuturkan anggaran penanggulangan bencana juga masih minim, yakni Rp1 triliun. Padahal, kebutuhan total untuk masterplan pengurangan resiko bencana tsunami yang mencakup seluruh wilayah rawan tsunami mencapai Rp16,7 triliun untuk lima tahun. Karena itu, pelaksanaan masterplan tsunami ini akan diprioritaskan pada daerah rawan tinggi tsunami yaitu Megathrust Mentawai, kawasan Selat Sunda, Pantai Selatan Jawa, kawasan Pantai selatan Bali, Nusa Tenggara, dan kawasan Papua. \"Padahal ini baru untuk tsunami,\" jelasnya. Tidak hanya menyangkut persoalan anggaran yang terbatas, Sutopo menuturkan bahwa hasil kajian BNPB terhadap kesiapsiagaan masyarakat dan Pemda dalam menghadapi bencana di 33 Kabupaten/Kota, ternyata masih rendah. Indikator pengetahuan bencana memang telah meningkat, namun indeks kebijakan, rencana tanggap darurat, sistem peringatan dini dan mobilisasi sumber daya, juga masih rendah. \"Hal ini menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia. Di satu sisi ancaman nirmiliter yaitu bencana yang sangat nyata mengancam kehidupan masyarakat. Ancamannya menunjukkan tren meningkat, tapi kesiapsiagaan rendah. Akibatnya, jumlah korban dan kerugian akibat bencana juga berpotensi meningkat di masa mendatang jika tidak ada perubahan yang signifikan,\" urainya. Sutopo melanjutkan, masih ada masalah lainnya terkait sejumlah BPBD di daerah. Dari 399 BPBD yang sudah terbentuk, sebagian besar belum memiliki kantor serta peralatan yang serba terbatas. Selain itu, pegawai BPBD rentan dimutasi dan keberadaan BPBD masih minim dukungan legislatif. \"Luasnya cakupan wilayah yang rawan bencana dan akses terbatas juga jadi persoalan. Apalagi masih banyak masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Ada juga kemiskinan, minimnya sistem peringatan dini dan terbatasnya pendidikan kebencanaan,\" imbuh dia. (ken)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: