KPAI Larang Libatkan Anak dalam Kampanye Politik, Ini Indikatornya

KPAI Larang Libatkan Anak dalam Kampanye Politik, Ini Indikatornya

JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menetapkan 15 indikator pelanggaran penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik. Ke-15 indikator itu sesuai Pasal 15 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. \"Tidak boleh ada menyalahgunakan anak-anak dalam kegiatan politik. Ada lima belas indikator pengawasan pelanggaran penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik. Termasuk, katakanlah terlibat money politics, anak dieksploitasi untuk kepentingan kampanye,\" tutur Ketua KPAI, Susanto. Ke-15 indikator pelanggaran penyalahgunaan anak dalam politik itu adalah; 1. Memanipulasi data anak yang belum berusia 17 tahun dan belum menikah, agar bisa terdaftar sebagai pemilih termaksud Daftar Pemilih Tetap ( Usia 17 – 18 tahun). 2. Menggunakan tempat bermain anak, tempat penitipan anak, atau tempat pendidikan anak untuk kegiatan kampanye. 3. Memobilisasi massa anak oleh partai politik atau calon kepala daerah. 4. Menggunakan anak sebagai penganjur atau juru kampanye untuk memilih partai atau calon kepala daerah tertentu. 5. Menampilkan anak sebagai bintang utama dari suatu iklan politik. 6. Menampilkan anak di atas panggung kampanye parpol dalam bentuk hiburan. 7. Menggunakan anak untuk memakai dan memasang atribut-atribut partai politik atau foto calon kepala daerah. 8. Menggunakan anak untuk melakukan pembayaran kepada pemilih dewasa dalam praktek politik uangatau bentuk lainnya yang bisa dimakani sebagai money politics oleh parpol atau calon kepala daerah. 9. Memersenjatai anak atau memberikan benda tertentu yang membahayakan dirinya atau orang lain. 10. Memaksa, membujuk atau merayu anak untuk melakukan hal-hal yang dilarang selama kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara. 11. Membawa bayi atau anak yang berusia di bawah 7 tahun ke arena kampanye terbuka yang membahayakan anak. 12. Melakukan tindakan kekerasan atau yang dapat ditafsirkan sebagai tindak kekerasan dalam kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara (seperti kepala anak digunduli, tubuh disemprot air atau cat). 13. Melakukan pengucilan, penghinaan, intimidasi atau tindakan-tindakan diskriminatif kepada anak yang orang tua atau keluarganya berbeda atau diduga berbeda pilihan politiknya. 14. Memprovokasi anak untuk memusuhi atau membenci calon kepala daerah atau parpol tertentu baik dalam dunia nyata maupun dalam dunia maya. 15. Melibatkan anak dalam sengketa hasil penghitungan suara. (bis)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: